Pohon kakao warga di Gunung Sekar, Desa Mendoyo Dauh Tukad belakangan banyak mati karena penyakit geseng. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Sejumlah petani kakao di Gunung Sekar, Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo dibuat tak berdaya dengan kondisi tanaman mereka yang mati akibat penyakit.  Para petani yang sudah bertahun-tahun menanam pohon Kakao ini menyebut penyakit geseng (mati pohon) sebagai penyebab tanaman mereka mati.

Tanaman kakao masyarakat yang berada di perbukitan Masehe ini sudah lama terserang penyakit penyakit tersebut. Lantaran banyak tanaman kakao yang mati, otomatis berdampak pada produksi kakao mereka. Para petani kini mengandalkan hasil bumi yang lain seperti Manggis dan Cengkeh. Dari pengamatan, hampir di setiap lahan kebun milik masyarakat yang terdapat pohon kakao terlihat kering merangas. Selain pohon sudah tua, juga terlihat merangas. Kondisi itu juga dialami tanaman kakao yang masih muda. Di pohon setinggi 1- 1,5 meter itu juga ikut terdampak merangas.

Baca juga:  UMK Karangasem 2022 Nyaris Tak Ada Kenaikan

“Kami tidak tahu pasti penyebab tanaman ini mati,” ungkap Wayan Dernen, salah seorang pemilik kebun Kamis (26/4),” jelasnya.

Menurutnya penyakit itu semakin meluas, saat musim penghujan awal tahun lalu. Bukan di kebunnya saja, di beberapa kebun warga lainnya tanaman kakao juga mati. Ciri tanaman ini akan mati diawali dengan  daun berguguran. Berlanjut kemudian bagian batang  pohon yang mengelupas. Tak berselang lama setelah itu pohon mati. Warga  menyebut penyakit ini geseng, lantaran terlihat gosong saat mati seperti terbakar.

Ditambahkan Dernen, serangan penyakit ini sudah mulai dirasakan petani sejak dua tahun lalu. Dan puncaknya pada musim penghujan lalu. Ia pun mengaku heran, justru di saat musim hujan penyakit itu semakin  meluas dan banyak tanaman yang mati. Sehingga sejak dua tahun ini, produksi kakao dari kebunnya menurun drastis.

Baca juga:  Gubernur Koster Luncurkan SPBKLU, PLTS Fotovoltaik dan Transportasi Daring KBL

Sejatinya, Dernen sudah berupaya melakukan pembersihan  pokok  pohon dan batang  yang  diserang. Termasuk pemangkasan begitu mendapati gejala serangan penyakit tersebut. Tetapi menurutnya tidak berhasil, banyak pohon yang  diserang  tak bisa  diselamatkan. “Upaya penyemprotan juga sudah dilakukan, termasuk memasukkan cairan obat ke akar atau batang pohon. Tapi tidak juga berhasil,” keluhnya.

Para petani di Gunung Sekar ini, sebagian besar mengandalkan tanaman kakao. Setiap panen biasanya bisa memproduksi kakao 10 kg hingga 20 kg. Tergantung luasan lahan.  Tetapi dampak dari serangan penyakit ini, produksi berkurang paling banyak 2 -5 kg.

Baca juga:  Campak lebih Menular dari Covid-19

Di sisi lain, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan, Komang Ariada dikonfirmasi mengatakan melihat ciri-ciri, tanaman kakao warga ini terserang penyakit jamur akar putih atau hitam. Bila daunnya sudag geseng, menurutnya tidak bisa diobati kecuali dieradikasi serta sterilisasi lahan disekitarnya agar tidak meluas. Salah satu pencegahan serangan jamur ini adalah mengurangi kelembaban kebun dan penebaran trichoderma sebagai musuh alaminya.

“Memang penyakit ini agak spesifik, kalau tanamannya rusak sampai batang bawah harus dieradikasi atau penebangan total,” terang Ariada. Sehingga satu-satunya cara adalah tanaman itu harus diremajakan atau diganti. (surya dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *