SEMARAPURA, BALIPOST.com – Program seratus persen layanan air bersih, nol persen lingkungan kumuh dan seratus persen sanitasi layak (100-0-100) ditargetkan sudah terwujud oleh pemerintah pusat pada 2019. Namun untuk di Kabupaten Klungkung, program nasional ini terancam. Hal tersebut tak lepas dari masih adanya tiga desa di Kepulauan Nusa Penida, yakni Pejukutan, Tanglad dan Sekartaji kesulitan air bersih. Ditengah hal tersebut, penanganan secara maksimal belum nampak.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Kawasan Permukiman Klungkung, I Gusti Nyoman Supartana, langkah penanganan kesulitan air bersih di desa tersebut telah dilakukan pemerintah provinsi Bali beberapa tahun lalu dengan memanfaatkan air pada sumber Guyangan dan Penida dengan debit lebih dari 500 liter per detik.
Hanya, kondisi geografis yang sangat sulit, hal tersebut tidak bisa berjalan maksimal. Ditengah semakin dekatnya target capaian program 100-0-100, rencana penanganan lanjutan belum berhembus. “Untuk program itu (100-0-100-red) kami belum berani mengatakan bisa atau tidak. Karena ini penanganannya juga dari provinsi,” ungkapnya, Kamis (5/4).
Menangani persoalan yang telah bertahun -tahun ini, sambungnya pemkab juga melakukan upaya. Di Desa Batukandik dilakukan pembangunan sumur bor tahun ini. Sejatinya, program serupa juga diusulkan bisa terealisasi di Desa Bungamekar dan Sekartaji. Namun anggaran terbatas membuat harus ditunda. “Kami berupaya melakukan langkah-langkah penanganan. Ini memerlukan anggaran cukup besar,” tandasnya.
Sebelumnya, Perbekel Pejukutan, I Nyoman Yudiadnyanawan mengatakan kesulitan air bersih cukup membebani ratusan KK warganya. Hal tersebut juga menyebabkan pembangunan fisik, salah satunya akomodasi untuk mendukung sektor pariwisata yang belakangan ini semakin berkembang menjadi terhambat. “Satu sisi sektor pariwisata digenjot semakiin berkembang. Tetapi air jadi persoalan. Warga yang punya modal jadi tanggung untuk berbuat karena ini,” keluhnya.
Memasuki musim kemarau ini, warganya sudah mulai kesulitan mendapat air untuk memenuhi kebutuhan MCK. Beberapa ada yang harus meminta ke warga lain yang masih memiliikii persediaan. Hanya tidak bisa setiap hari. “Untuk warga ada punya dua sampai tiga cubang. Beberapa warga ada yang minta air kepada warga yang masih punya. Tetapi ini hanya dua sampai tiga kali. Tidak berani kalau sering-sering,” jelasnya.
Supaya tak terus berlanjut, pemerintah diharapkan bisa segera mengambil langkah penanganan. Ini telah disampaikan setap Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang berlangsung setiap tahun. “Kalau kabupaten kan anggarannya terbatas. Tetapi bapak bupati dan dewa sudah sering menekankan, supaya ini ditangani,” tandasnya. (sosiawan/balipost)