Petani di Subak Celuk Tungulun tengah membersihkan rumput liat di lahan persawahan. (BP/sos)
TULUNGAGUNG, BALIPOST.com – Anggota MPR dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, I Gede Pasek Suardika mengakui di wilayah-wilayah yang fokus pada sektor tertentu kerap mengabaikan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan daerahnya. Akibatnya sektor pertanian ditiinggalkan sehingga sulit untuk mengembangkannya kembali karena adanya alihfungai lahan.

Hal itu pun, menurutnya, terjadi di Bali. “Kalau kami di Bali sudah tidak mungkin lagi swasembada beras. Karena sawahnya sudah berubah menjadi vila dan hotel,” kata Pasek saat memberikan pembekalan pada Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dihadapan ratusan petani yang tergabung dalam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) se-Jawa Timur bertema ‘”HKTI Bangkit, Petani Sejahtera” di Pendopo Kantor Bupati Tulungagung, Jawa Timur, Minggu (7/5).

Acara dihadiri Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) Oesman Sapta Odang, pimpinan Badan Sosialisasi MPR Bachtiar Ali, Bupati Tukungagung Syahro Mulyo, pimpinan dan anggota DPRD Tulungagung, serta jajaran kepolisian dan kodim setempat.

Baca juga:  Memprihatinkan, Alih Fungsi Lahan Pertanian
Dalam sosialisasi tersebut Suardika menghubungkan dunia pertanian dengan filosofi Pancasila sebagai dasar negara. Dia mengatakan para pendiri bangsa telah menegaskan pada simbol-simbol di dalam lambang Burung Garuda ada gambar Padi dan Kapas, Kepala Banteng, dan Pohon Beringin. Simbol-simbol itu, menunjukkan bangsa ini sejak dulu tak bisa lepas dari dunia pertanian.

“Dari lambangnya saja sudah bisa terlihat. Dari lima labang yang ada, tiga lambang yang ada yaitu Pohon Beringin, Padi dan Kapas yang menjadi elemen utama dari pandangan hidup kita. Jadi pertanian itu adalah soko guru kita. Tulang punggungnya Indonesia. Pohon Beringin adalah pohon yang memiliki kemampuan menampung air banyak. Kapas menjadi simbol sandang. Padi menjadi simbol pangan kita,” terangnya.

Oleh karena itu, para pendiri bangsa telah membuat alur negara sebagai negara pertanian. “Tetapi sayangnya pertanian semakin ditinggalkan. Fakultas Pertanian di Perguruan Tinggi semakin sepi peminatnya. Sementara pangsa pasar dunia saat ini yang terbesar adalah pertanian,” ujarnya.

Atas dasar itu pula, dia menyimpulkan, apabila pertanian ditinggalkan maka sebenarnya kita meninggalkan Pancasila sebagai pedoman hidup dan dasar negara. “Urusan pertanian adalah urusan mendasar dari republik ini mulai dari lambang dasar sampai pada menjadi sebuah kebijakan negara,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi HKTI, Oesman Sapta Odang mengajak petani agar ikut menjaga bangsa ini dengan semangat nasionalisme. Sosialisasi ini dinilainya penting dilakukan agar bangsa ini mampu menjaga dirinya dari intervensi asing. “Tanpa nasionalisme kita akan diintervensi bangsa lain termasuk dalam dunia pertanian,” ujarnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *