
DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Raya Kuningan di Bali bukan sekadar perayaan spiritual, tetapi juga merupakan momen penuh simbolisme.
Berbagai hiasan yang terbuat dari daun kelapa mau pun lontar, seperti tamiang, endongan, hingga sampian gantung tak hanya memperindah tampilan pura dan rumah, tetapi juga menyimpan makna filosofis dan spiritual yang mendalam.
Berikut empat hiasan yang wajib ada dalam perayaan Kuningan dan makna suci di baliknya:
1. Tamiang: Simbol Perlindungan Diri
Tamiang adalah anyaman bundar dari janur atau daun kelapa yang menyerupai cakra, senjata Dewa Wisnu. Dalam tradisi Kuningan, tamiang dipasang di pelinggih atau di depan rumah sebagai perisai dari energi negatif.
Makna: Lambang perlindungan dan kesucian, tamiang mencerminkan senjata dharma dalam menjaga keharmonisan semesta.
2. Endongan: Bekal Simbolik untuk Para Leluhur
Endongan berbentuk tas kecil dari janur, biasanya berisi simbol makanan seperti nasi dan lauk pauk. Hiasan ini mewakili bekal bagi roh leluhur dan para dewa yang kembali ke alam kahyangan setelah Galungan.
Makna: Simbol persembahan dan penghormatan atas kehadiran para leluhur selama siklus Galungan–Kuningan
3. Ter dan Sampian Gantung: Simbol Alat Perang Dharma
Ter atau panah dan sampian gantung sering dipasang berdampingan sebagai bagian dari dekorasi spiritual. Ter melambangkan kekuatan dan kesiapan menghadapi adharma, sementara sampian gantung berfungsi sebagai penolak bala.
Makna: Representasi kemenangan dharma atas adharma, serta penjaga keharmonisan spiritual.
4. Cenigan: Variasi Anyaman untuk Dekorasi dan Persembahan
Cenigan adalah anyaman kecil dari janur yang sering dijadikan pelengkap dekorasi upacara. Meski ukurannya mungil, kehadirannya mempercantik dan menyempurnakan seluruh rangkaian persembahan.
Makna: Simbol keselarasan, estetika, dan keindahan dalam pelaksanaan yadnya.
Simbol-simbol dalam Hari Raya Kuningan tidak hanya memperindah suasana, tetapi juga menjadi pengingat akan nilai-nilai luhur seperti perlindungan, penghormatan, kesucian, dan keharmonisan. Lewat setiap anyaman dan persembahan, masyarakat Bali menjaga hubungan spiritual dengan leluhur, alam, dan Sang Pencipta. (Pande Paron/balipost)