Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali memastikan rapat dengar pendapat (RDP) terkait penataan ruang, aset, dan perizinan, khususnya di kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, akan kembali digeber pada tahun depan.

Kepastian ini disampaikan menyusul meningkatnya penanganan dugaan penerbitan 106 sertifikat hak milik (SHM) di kawasan konservasi tersebut ke tahap penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, mengatakan meskipun aktivitas DPRD saat ini memasuki masa Natal dan Tahun Baru, pembahasan lanjutan tidak dihentikan dan akan segera dijadwalkan kembali setelah agenda akhir tahun rampung. Pansus, kata dia, berkomitmen mengawal persoalan tata ruang, aset, dan perizinan secara berkelanjutan.

“Ini bukan berhenti. Setelah Natal dan Tahun Baru, RDP akan kita lanjutkan lagi. Banyak perda-perda strategis yang sedang kita dalami, termasuk tata ruang, aset, dan perizinan,” tegas Supartha, Rabu (24/12).

Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini, persoalan mangrove di Tahura Ngurah Rai tidak bisa dipisahkan dari isu lingkungan hidup dan keberlanjutan Bali. Ekosistem mangrove memiliki fungsi vital sebagai pelindung pesisir, penyangga kehidupan laut, sekaligus penopang kualitas lingkungan hidup masyarakat.

Baca juga:  Tabanan akan Gelar Tari Rejang Renteng Massal

Menurutnya, Mangrove bukan hanya tempat hidup makhluk-makhluk laut, tapi juga napas makhluk hidup semua. Di sana melahirkan oksigen yang sangat bagus dan abadi.

Ia menjelaskan, fokus kerja Pansus TRAP tidak hanya pada kawasan mangrove, tetapi juga mencakup evaluasi alih fungsi lahan sawah dilindungi (LSD), kawasan hutan, jurang, daerah aliran sungai (DAS), hingga wilayah pesisir. Seluruh kawasan itu, merupakan satu kesatuan ruang hidup yang telah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

“Kalau napas ini kemudian dibabat atau hilang, kita bisa bayangkan bagaimana kita hidup sehat. Jangan sampai kita mewariskan yang tidak baik kepada anak cucu kita ke depan,” tandasnya.

Terkait penerbitan sertifikat di kawasan konservasi, Supartha menegaskan bahwa larangan aktivitas di mangrove, hutan, dan pesisir telah memiliki dasar hukum yang jelas, termasuk ancaman sanksi pidana. Oleh karena itu, Pansus TRAP mendorong agar tidak ada lagi penerbitan sertifikat maupun izin bangunan baru di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai.

“Di mangrove itu jelas, tidak boleh ditebang, tidak boleh reklamasi, tidak boleh terbit sertifikat. Semua itu ada regulasinya dan ada ancaman pidananya,” tegasnya kembali.

Baca juga:  Soal Pabrik di Dekat Tahura Ditutup Sementara, Ini Kata Wali Kota

Seiring meningkatnya status perkara ke tahap penyidikan, Pansus TRAP menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Kejati Bali. Supartha menilai saat ini telah terbangun kesamaan persepsi antara DPRD, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum dalam menata tata ruang, aset, dan perizinan di Bali.

“Kalau sudah sama persepsi, penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum tentu kita apresiasi dan kita dukung,” ujarnya.

Dari hasil kerja Pansus, selain 106 sertifikat yang kini ditangani aparat penegak hukum, masih ditemukan indikasi adanya sertifikat lain di sepanjang kawasan mangrove yang tersebar di enam desa di Kota Denpasar dan lima desa di Kabupaten Badung. Data tersebut, kata Supartha, sebagian masih menunggu jawaban resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Di luar 106 itu, informasi dari masyarakat sudah kami punya. Tinggal menunggu data resmi dari BPN,” ungkapnya.

Pansus TRAP juga menyoroti dampak pembangunan di kawasan resapan air yang dinilai memperparah risiko banjir. Menurut Supartha, pembangunan beton di kawasan konservasi sama dengan menutup jalur alami aliran air. “Kalau ruang air ditutup beton, nanti kita semua jadi korban. Air tidak punya jalan keluar,” katanya.

Baca juga:  Kerusakan Mangrove Meluas Akibat Pembangunan Infrastruktur, Penanaman Kembali Digenjot

Meski demikian, ia menegaskan Pansus TRAP tidak menutup pintu investasi di Bali. Namun, investor dan pengembang diingatkan agar mematuhi aturan tata ruang dan hukum yang berlaku. “Kita welcome investasi, tapi di tempat yang dibenarkan. Ini untuk kepentingan rakyat dan Bali ke depan,” ujarnya.

Dengan agenda RDP yang akan kembali digelar tahun depan, Pansus TRAP memastikan pengawasan terhadap tata ruang, aset, dan perizinan akan terus dilakukan secara lintas fraksi dan lintas komisi di DPRD Bali. Supartha menegaskan, kerja Pansus merupakan amanat rakyat yang harus dijalankan secara konsisten.

“Kalau kita ikhlas, tulus, dan lurus, kita bisa menjaga Bali untuk masa depan,” tukasnya.

Sebelumnya, Kejati Bali pada Senin (20/10) telah resmi meningkatkan status penanganan perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan setelah menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana. Pada tahap awal, penyidik telah memeriksa sekitar 20 saksi dari berbagai instansi, termasuk Dinas Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Dengan naiknya status perkara ke penyidikan, Kejati kini memiliki kewenangan lebih luas untuk melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap kasus tersebut. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN