
SINGARAJA, BALIPOST.com – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penanggulangan Kemiskinan mulai bergulir. Fraksi – fraksi menyoroti akurasi data dan sinkronisasi program yang dinilai masih kurang.
Juru bicara Fraksi Partai Golkar, Nyoman Dhukajaya saat membacakan pandangannya pada Selasa (9/12), menyoroti bahwa persoalan klasik yang masih terus membayangi, yakni akurasi data sasaran serta koordinasi lintas lembaga. Meski mengapresiasi penurunan angka kemiskinan selama empat tahun terakhir—dari 6,21 persen (2022), 5,58 persen (2023), 5,39 persen (2024), hingga 5,20 persen (2025)—Golkar menegaskan bahwa persoalan data masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Golkar mengusulkan penyusunan sumber data tunggal hingga tingkat desa, pemutakhiran data secara berkala, serta pelibatan masyarakat dalam proses verifikasi partisipatif. “Langkah ini penting agar program intervensi benar-benar tepat sasaran,” ujar Dhukajaya.
Pandangan senada disampaikan Fraksi Gerindra melalui juru bicaranya, Luh Marleni. Ketidaksinkronan antara data desa/kelurahan dengan DT-SEN disebut menjadi penyebab banyak program tidak berjalan optimal. Karena itu, Gerindra menegaskan Ranperda Penanggulangan Kemiskinan harus selaras dengan Ranperda Inisiatif DPRD tentang Data Dasar Pemerintahan Daerah Berbasis Data Desa dan Kelurahan Presisi.
Gerindra juga menyoroti transparansi pemanfaatan CSR dari dunia usaha serta pentingnya pemberdayaan Desa Adat melalui kebijakan afirmatif dan dukungan anggaran khusus. Menurut fraksi ini, Desa Adat memiliki potensi besar dalam pengentasan kemiskinan apabila didukung regulasi yang lebih kuat dan jelas.
Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna yang hadir dalam rapat tersebut menegaskan bahwa sebagian besar catatan fraksi sejalan dengan strategi Pemkab dalam menurunkan angka kemiskinan. Dia menyebutkan angka kemiskinan akumulatif masih berada di kisaran 8,7 persen dengan kemiskinan ekstrem mencapai 5,3 persen hingga 2024.
“Melalui Perda yang sedang dirancang ini, kita ingin memastikan seluruh SKPD bergerak bersama menurunkan kemiskinan di Buleleng. Ini bukan hal mudah, tapi dengan sinergi seluruh stakeholder—termasuk masyarakat dan dunia usaha—hasilnya akan lebih signifikan,” ujar Supriatna.
Ia menambahkan bahwa pembaruan regulasi ini sekaligus menyesuaikan peralihan basis data dari DTKS ke DT-SEN, sehingga sistem pendataan menjadi lebih komprehensif dan akurat. “Kita ingin memastikan seluruh bantuan dan program intervensi berbasis data yang sah serta tepat sasaran,” tegasnya. (Yudha/balipost)










