
DENPASAR, BALIPOST.com – Sebagai daerah tujuan wisata dunia, Bali sangat terbuka dan berpotensi menjadi lokasi penyebaran narkotika. Dalam menangkal penyebaran, Bali memiliki kearifan lokal yang bisa memproteksi masyarakatnya dari ancaman zat terlarang itu. Hal ini terungkap saat Komite III DPD RI mengadakan kunjungan kerja ke Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Senin (24/11).
Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma menilai Bali sudah sangat siap dalam mendeteksi sejak dini ancaman peredaran narkotika.
“Pada keseluruhan dari hasil investigasi dan pengawasan sebenarnya Bali sudah sangat siap dalam mendeteksi sejak dini isu narkotika walaupun memang silent, tetapi ada hal yang menurut kita bisa dijadikan pelajaran. Ada kearifan lokal di sini yang mampu memproteksi masyarakat tradisional lokal kita di sini,” ujar Filep Wamafma.
Terkait dengan kekurangan-kekurangan fasilitas tenaga kesehatan untuk tempat rehabilitasi, Filep menegaskan hal tersebut membutuhkan komitmen bersama. Sehingga, Undang-Undang Narkotika ini tidak hanya sebatas undang-undang, namun juga dapat diimplementasi dengan tanggung jawabnya masing-masing.
Diungkapkan, Hasil Rapat kerja Komisi III DPD RI dengan Kementerian Sosial terkait tempat rehabilitasi merupakan masalah nasional yang bukan hanya terjadi di Bali namun juga hampir di seluruh Indonesia mengalami hal yang sama.
Ia pun berharap Kementerian Sosial juga berkomitmen dan mau untuk menyediakan fasilitas serta mendukung kepentingan implementasi Undang-undang daerah.
“Kita yang pertama nanti pada minggu pertama Desember kita akan panggil Menteri Kesehatan. Kemudian poin-poin penting kita akan rumuskan sebagai keputusan DPD RI Terkait dengan pengawasan Undang-undang narkotika. Kita berharap keputusan DPD RI itu menjadi dasar bijak bagi kementerian terkait dalam rangka implementasi untuk arah kebijakan penanganan narkotika di seluruh Indonesia,” terangnya.
Sementara itu, Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Bali, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra atau yang akrab disapa Rai Mantra mengatakan ruang rehabilitasi memang perlu diperluas di seluruh Kabupaten/Kota di Bali. Tentunya Ini menjadi satu bahan perhatian di pemerintah pusat.
“Bali memang menjadi satu center point, termasuk juga Yogyakarta untuk masalah Narkoba ini karena memang menjadi sentral daripada pariwisata. Tentunya masukannya ini sangat generalistik dan bisa terasimilasi juga dengan kebijakan-kebijakan pusat,” ujar Rai Mantra.
Lebih lanjutnya, Rai Mantra mengatakan komitmen DPD yakni membentuk sinergi dengan pemerintah daerah sehingga permasalahan-permasalahan yang timbul yang menjadi aspirasi atau potensi kepentingan daerah itu dapat diperjuangkan.
Mengenai, awig-awig narkoba, antara dinas dan adat, adat menjadi agent of change dalam menyelesaikan masalah-masalah ini.
“Memang (masalah narkoba,red) itu signifikan dengan daerah yang pariwisata dan global. Sehingga kita tidak bisa mendeteksi kedatangan orang itu bebas dari narkoba kan mungkin ada pemakaian juga ada produksi atau pendistribusi juga,” katanya.
Wakil Gubernur Bali, Nyoman Giri Prasta mengatakan pertemuan ini sebagai bentuk evaluasi dengan regulasi yang terbaru berkaitan dengan BNN. Bagaimana mengantisipasi warga atau masyarakat agar tidak terkena narkoba, nafza, atau narkotika, sehingga pembangunan rumah sakit rehabilitasi ini pun telah dilakukan.
“Di Bali itu sudah ada perarem atau peraturan yang ada di Desa Adat sehingga jangan sampai kembali lagi kena narkoba itu sendiri, ataupun nafza. Saya kira kolaborasi ini bagus sekali dan ada beberapa hal, misalkan tentang pendanaan barang tentu adalah merupakan tanggung jawab kita bersama,“ ungkap Giri Prasta. (Ketut Winata/balipost)










