Sidang kasus oknum wartawan menghadirkan saksi ahli Dewan Pers, Kamis (23/10) sore di PN Negara. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Pengadilan Negeri (PN) Negara menggelar sidang perkara dugaan  pencemaran nama baik berkaitan pemberitaan oknum wartawan yang dimuat dalam portal salah satu media, Kamis (23/10).

Sidang dengan Ketua Majelis Hakim, Firstina Antin Syahrini memasuki agenda pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menghadirkan tiga orang saksi ahli.

Satu di antaranya merupakan saksi ahli Dewan Pers, Dionisius Dosi Bata Putra. Dalam keterangan di sidang, Dionisius menyebutkan berita yang ditulis PS dan dimuat di medianya itu bukan produk jurnalistik.

Dari pendalaman yang dilakukan berdasar penyelesaian pengaduan yang dilakukan Dewan Pers 29 Mei 2024, dari pihak pengadu (Dewi Supriani) dan teradu (PS), terungkap bahwa tulisan tersebut melanggar kode etik jurnalistik.

Baca juga:  WN Rusia yang Lukis Masker di Wajahnya Dideportasi

“Secara umum pemberitaan biasa, namun sebelum pemberitaan itu ada komunikasi antara pelapor dan terlapor dalam percakapan yang mengarah melanggar kode etik jurnalistik,” ujar Dionisius.

Sedikitnya ada tiga percakapan yang seharusnya tidak dilakukan wartawan sesuai kode etik jurnalistik, dan diluar konteks jurnalistik.

Dewan Pers memberikan penilaian akhir (5 Juni 2024, ditandatangani Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu-red), bahwa sengketa media antara pengadu dan teradu, tidak dapat diselesaikan dengan penyelesaian UU Pers nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, karena berita yang diajukan mengindikasi bukan untuk kepentingan umum.

Selain saksi ahli Dewan Pers, dua saksi ahli juga memberikan keterangan, di antaranya saksi ahli bahasa, Prof. Dr. I Wayan Pastika dan ahli tata ruang, I Putu Sumaharta.

Baca juga:  Ismaya Dkk Dituntut Tujuh Bulan Penjara

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa PS, Putu Wirata Dwikora seusai sidang, Kamis (23/10) petang, mengatakan tetap berpendapat bahwa berita yang ditulis terdakwa merupakan produk jurnalistik. “Kalau dilihat sepintas memang berita jurnalistik. Kenapa kemudian disebut bukan produk jurnalistik karena diduga ada cacat sebelumnya yang diduga tidak kontekstual,” katanya.

Terdakwa, menurutnya juga telah memenuhi kewajiban jurnalistik dengan memberikan ruang hak jawab, walaupun pelapor yang berhak tidak menggunakan itu. “Artinya, dari sisi itu, sejak awal diprosesnya melalui UU Pers,” tambah Wirata.

Baca juga:  Polisi Perketat Penjagaan di Pos Penyekatan Goa Lawah

Namun karena sudah masuk ranah pidana, kuasa hukum berupaya semaksimal mungkin menyampaikan fakta di persidangan. Antara lain yang ditulis terdakwa terindikasi fakta berdasarkan surat teguran. “Kita serahkan terakhir nanti kepada majelis hakim yang mengambil keputusan,” pungkasnya.

Perkara pidana ini dipicu berita dengan judul “Seakan Menjajah, Investor Ini Masuk Kabupaten Jembrana Diduga Caplok Sempadan Sungai” yang dimuat tanggal 2 Mei 2024 dimuat di salah satu online. Pihak yang dirugikan, Dewi Supriani alias Anik Yahya merasa keberatan karena merasa tidak nyaman dan melayangkan somasi. Dewi mengadukan ke Dewan Pers dan melaporkan perkara ini ke Polres Jembrana hingga ke pengadilan. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN