
DENPASAR, BALIPOST.com – Tukad Badung beberapa kali mengalami kebanjiran jika terjadi hujan deras. Permasalahan utamanya adalah sampah dan limbah. Sampah menyumbat saluran air, sementara limbah membuat pendangkalan. Kondisi ini membuat Dinas PUPR Denpasar berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk memetakan tanggul-tanggul sungai atau Tukad Badung yang rawan jebol.
Kabid Sumber Daya Air, PUPR Kota Denpasar, Gandi Dhananjaya Suarka, Rabu (10/9) mengatakan, saat ini Tukad Badung memang dalam penataan lanjutan dengan pagu anggaran Rp6 miliar. Hingga saat ini, progresnya baru 30 persen.
“Saat ini sedang pembuatan struktur perkuatan tanggul. Astungkara tidak ada yang jebol, cuma molen dan ekskavator kita terendam tadi saat banjir,” ujarnya.
Dengan kondisi saat ini, penataan tanggul menjadi prioritas. Untuk itu, dia akan melakukan pemetaan tanggul yang rusak dan rawan jebol. Mengingat pengendali utama di Denpasar adalah Tukad Badung, maka titik yang dilalui seperti di Ubung Kaja, Kelurahan Peguyangan, Desa Dauh Puri Kaja, Dauh Puri Kangin, sampai Pemogan.
Menurutnya titik yang paling rawan yakni tanggul dengan jalur berbelok. “Karena di titik itu hantaman air sangat keras. Biasanya terjadi ambrol di sana, di belokan sungai. Titik-titiknya akan kita pantau terus,” ujarnya.
Pihaknya akan mengidentifikasi dan memetakan tanggul-tanggul yang sudah jebol. “Kita koordinasikan karena kewenangan perbaikan tanggul ada di BWS. Kita laporkan dan diperbaiki oleh BWS. Hanya saja tanggul besar Tukad Badung inti dikerjakan BWS dan anak-anak sungai baru kita yang kerjakan,” ujarnya.
Dengan demikian, titik tanggul di Pasar Kumbasar hingga Kohinoor merupakan kewenangan BWS. Penataan Tukad Badung yang telah dikerjakan saat ini yaitu dari jembatan Jalan Hasanudin ke selatan. Penataan yang dilakukan berupa jalur pejalan kaki, taman, lampu hias, ornamen dan arsitektur estetika di dinding-dinding. Penataan tanggul juga dilakukan. “Karena ada beberapa tanggul yang rusak, kita sekalian perbaiki,” imbuhnya.
Menurutnya siklus banjir besar hingga meluber ke jalan terjadi enam tahunan. Intensitas hujan tinggi dengan durasi lama karena efek perubahan iklim dan pemanasan global. “Dulu terakhir seperti ini di 2019. Parah, sekarang terjadi lagi di 2025. Selanjutnya hanya intensitas sedang,”ujarnya.
Dengan demikian penataan Tukad Badung yang bersifat estetika ini tak akan mubazir karena Tukad Badung berkali-kali banjir. Namun yang terpenting dari penataan estetika sungai agar masyarakat teredukasi menjaga dan tidak membuang sampah ke sungai. “Karena penyebab utama banjir di Denpasar adalah sampah,” tegasnya.
Sampah penyebab banjir kali ini bervariasi, baik dari hulu, tengah dan hilir. “Sampah dari hulu yang dibawa oleh volume air sungai yang besar, hingga ke tengah sungai. Kita tangkap dengan jaring-jaring sampah. Tapi karena tadi terlalu besar volume air dan sampahnya dari hulu, jaring kita tidak mampu untuk menahannya sehingga meluber ke pemukiman dan jalan,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)