
DENPASAR,BALIPOST.com – Menjaga lahan sawah di Denpasar seperti angan – angan yang sulit dicapai. Bahkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar telah berupaya dengan membuat program Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Namun dilema antara idealisme menjaga lahan pertanian dengan pemenuhan infrastruktur atas dinamika kota yang terjadi. Apalagi dengan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikhawatirkan mendorong pemilik lahan untuk mengalihfungsikan lahan atau menjualnya.
Ketua Komisi III DPRD Denpasar, I Wayan Suadi Putra, Selasa (19/8) mengaku LP2B memang yang paling sulit dipertahankan karena statusnya merupakan hak milik. “Kecuali LP2B itu milik pemerintah, lain ceritanya. Kami dari dulu mendorong agar ada keringanan pajak untuk lahan- lahan sawah LP2B yang masih bisa kita pertahankan, sehingga mengurangi peralihan status, dijual dan sebagainya,” ujarnya.
Pemerintah harus hadir dengan memberikan keringanan- keringaan pajak. Diharapkan keringanan ini dapat meredam keinginan masyarakat untuk menjual. Meski demikian, ekosistem pertanian yang memudahkan untuk berproduksi dan menguntungkan petani dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya juga perlu dibangun. Petani perlu diperkenalkan komoditi yang bisa ditanam, selain padi. Seperti subak di Desa Sidakarya kini menjadi pilot project penanaman palawija selain padi, dan hampir selalu berhasil.
Komunitas petani juga perlu diisi anak muda dan pembinaan. “Karena kalau tidak ada pembinaan cenderung jalan sendiri-sendiri dan tidak eksis. Sama seperti di Panjer, sudah tidak ada subak lagi sekarang,” ujarnya.
Pengembangan Denpasar menjadi pemukiman pun banyak terjadi. Hal ini menjadi dilema bagi petani yang berupaya mempertahankan sawahnya, namun lahan di sekitarnya telah banyak pembangunan. Sehingga mau tidak mau akhirnya petani mengalihkan lahan sawahnya ke fungsi yang lain. “Di Pemogan banyak terjadi seperti itu (himpitan pengembang). Mungkin pendampingan perlu diperkuat karena mempertahankan budaya pertanian di Denpasar yang paling sulit,” tandasnya.
Menurutnya, jika semua pihak ikut mengurus sawah dan petani, maka lahan sawah masih bisa dipertahankan walaupun hasil produksi tidak banyak. “Tapi kita bisa berstrategi dengan tanaman selain padi, seperti tomat dan tanaman jenis lain, makanya petani perlu diarahkan ke arah yang lebih kreatif,” imbuhnya.
Sementara menurut anggota DPRD Denpasar, Ngurah Aryawan kebijakan penyesuaian NJOP perlu dievaluasi kembali secara berkala. Ditambah dengan penguatan regulasi yang mendukung pertanian. Pemerintah harus memperkuat regulasi yang melindungi lahan sawah dari alih fungsi. Misalnya dengan menetapkan zona hijau dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi petani dan manfaat sosial-ekonomi dari sawah. (Citta Maya/Balipost)