Pemeriksaan saksi dalam kasus rumah subsidi di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dua terdakwa kasus rumah subsidi untuk masyarakat berpengasilan rendah di Buleleng, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), I Made Kuta dan Ngakan Anom Diana K.N., S.T, menjabat di bagian Teknik Tata Bangunan dan Perumahan pada Dinas PUTR Kabupaten Buleleng, kembali disidangkan, Selasa (29/7).

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Bali, Nengah Astawa, Agung Gede Lee Wisnhu Diputera dkk., menghadirkan sejumlah saksi dalam persidangan.

Baca juga:  Belum Bisa Diproses, Ratusan Pemohon Izin Pembangunan di Badung Terpaksa Menunggu

Saksi yang dihadirkan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa, ada empat orang yang kebanyakan dari pihak pengembang atau developer.

Para saksi yang dihadirkan adalah Luh Putu Swati (CV Bali Amertha), Gede Agus Putra Wirawan (CV Putra Property), Made Wedastra Utama (PT Anugraha Tama Propertindo) dan
I Dewa Made Suwitra (pensiunan ASN).

Saksi Luh Putu mengakui ada adanya “pembayaran” di luar kantor perizinan, yakni ada diminta Rp 15 juta dan ada Rp 35 juta.

Baca juga:  Dari Tindak Tegas Dua WN Polandia Ganggu Ketertiban saat Nyepi hingga Wagub Komentari Batalnya Drawing

Saksi di depan persidangan mengakui urus izin ke Pemkab Buleleng yakni urus izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Pihak perusahaan sejatinya sudah mengurus izin sesuai dengan sistem, termasuk persyaratan hingga melakukan upload.

Izin yang diurus ada di Jineng Dalem dan di Tejakula.
Saksi Gede Agus Putra Wirawan justeru mengurus izin KKPR sendiri. “Karena urus sendiri, prosesnya jadi lama, sekitar dua bulanan,” ucapnya.

Baca juga:  Hukuman Eka Wiryastuti Sudah Dinaikkan, KPK Belum Puas

Sedangkan terkait PBG yang urus adalah timnya. Seiring perjalanan dia mengaku sempat terjadi debat dengan terdakwa Anom karena adanya perbedaan atau perubahan sistem.

Saksi Made Wedastra mengaku pada 2017 ajukan izin prinsip yang sekarang disebut KKPR. Saksi urus izin sendiri, dan izin keluar yang salah satunya berlokasi di Kubutambahan. (Miasa/Balipost)

 

BAGIKAN