Gubernur Bali, Wayan Koster. (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Polemik antara Majelis Desa Adat (MDA) dengan Desa Adat di Bali yang memanas dalam beberapa bulan terakhir membuat Gubernur Bali, Wayan Koster angkat bicara.

Ia menyebut ada pihak eksternal yang ingin memecah belah kedudukan MDA dan Desa Adat di Bali.

Untuk itu, Koster berharap polemik yang terjadi ini mesti disikapi dengan sebaik-baiknya dan dicarikan solusi yang tepat tanpa harus melalui polemik secara terbuka di ruang publik. Sebab, ini bisa berdampak negatif terhadap keberadaan desa adat.

Koster mengakui bahwa dirinya sudah mengetahui ada pihak yang mengganggu keberadaan desa adat. Bahkan, ada yang menginginkan agar Desa Adat tidak sekuat seperti saat ini.

“Ada yang mengganggu desa adat saya tahu. Ada yang menginginkan agar Desa Adat tidak kuat seperti sekarang. Tau saya. Faktor dari eksternal, yaitu pengaruh asing ajaran sampradaya asing yang merusak desa adat, ini yang harus kita hadapi bersama-sama,” tegas Koster di sela-sela menyampaikan jawaban atas pandang umum fraksi-fraksi terhadap Ranperda Perubahan APBD Tahun 2025 dalam Rapat Paripurna ke-26 DPRD Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Senin (28/7).

Koster menceritakan dulu desa adat belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Bahkan, di jaman orde baru semua dijadikan kelurahan. Namun, pada era Gubernur Bali Ida Bagus Mantra dengan gigih menjaga desa adat (saat itu Desa Pakraman) dengan dibuatkan Perda Nomor 3 Tahun 2003.

Baca juga:  Kembali, Warga Terdampak Tol Gilimanuk-Mengwi Gelar Aksi Damai Minta Kejelasan

Namun, saat itu belum diberikan anggaran, sehingga Desa Pakraman saat itu tidak terjaga dengan baik. Bahkan sangat sulit mencari prajuru Desa Pakraman. Dan setelah dirinya menjadi Gubernur Bali pada periode pertama (2018-2023) dibuatkan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

Koster mengungkapkan perjuangan Perda Desa Adat ini tidak mudah bahkan nyaris gagal. Penuh tantangan di Kementerian Dalam Negeri. Namun, dengan pengalamannya menjadi Anggota DPR RI 3 periode, akhirnya Perda Desa Adat disetujui.

“Satu-satunya Perda yang saya terjun langsung berdialog di Kementerian Dalam Negeri, Perda Desa Adat. Karena hampir tidak disetujui,” ungkap Koster.

Dengan Perda Desq Adat yang isinya sangat fundamental dan komprehensif, dikatakan desa adat di Bali mendapat kedudukan yang semakin kuat. Kemudian didukung dengan anggaran Rp300 juta per desa adat. Bahkan, keuangan desa adat ini sudah masuk ke akunnya Kementerian Dalam Negeri. “Satu-satunya di Indonesia provinsi yang memiliki akun Desa Adat Keuangannya hanya Bali. Sekarang provinsi lain mulai dia belajar ke Bali tentang Desa Adat,” ujarnya.

Koster mengatakan desa adat di Bali memiliki nilai hostoris dan sosiologis yang sangat kuat, karena sudah ada sejak beribu-ribu tahun sebelum Indonesia ada. Sehingga penting untuk diperkuat dengan Perda dan anggaran. Karenanya, ketika ada yang mengganggu kedudukan desa adat harus dihadapi bersama-sama.

Baca juga:  Soal Jumlah Kedatangan Wisman ke Bali, De Gadjah Akui Salah Data

“Saya tau untuk merontokkan Bali ini mudah, satu titik desa adat. Jadi tidak boleh ada toleransi sedikit pun terhadap siapa pun yang mau menganggu desa adat. Kita pertaruhkan jiwa raga kita untuk desa adat. Jangan coba-coba ada yang terpengaruh dengan ini itu, bohong!,” tegas Koster.

Dikatakan, ketika desa adat di Bali lemah gak ada yang peduli. Namun, saat desa adat kuat ada yang mengadu domba antara desa adat dengan MDA. Ia mengakui masih ada kekurangan desa adat dan jauh dari sempurna, namun  kondisi desa adat sekarang sudah jauh lebih bagus daripada situasi sebelumnya. “Maka kalau ada yang mengusik ini akan saya hadapi. Semua akan saya hadapi, siapa pun orangnya, gak perlu banyak orang sendiri saya, Gubernur Bali Koster,” tegasnya kembali.

Koster mengaku tidak takut dengan siapapun yang mengadu domba desa adat dengan MDA. sebab desa adat ini adalah warisan leluhur dan Ida Bhatara yang harus dijaga. “Kalau kita menjaga desa adat dengan baik, leluhur yang bahagia, Ida Bhatara Mpu Kuturan yang bahagia di sana,” ujarnya.

Apalagi, lanjut Koster Bali tidak memiliki kekayaan alam. Bali hanya memiliki budaya yang dijaga oleh desa adat. Sehingga, ketika desa adat dilemahkan maka Bali akan kehilangan jati dirinya.

Baca juga:  Sejumlah Program Unggulan Pemkab Karangasem Mendapat Apresiasi Tinggi

“Selama desa adat itu ada, makan budaya Bali akan selalu kokoh dan tidak pernah mati. Dan itu menjadi kehidupan kita, pariwisata dan ekonomi Bali tumbuh karena budayanya yang dijaga desa adat,” tandasnya.

Pada kesempatan ini, Koster menyayangkan banyak pejabat memainkan isu ini di media sosial untuk mencari popularitas suara tanpa memberikan solusi dan hanya omong kosong saja. Bahkan, sampai saat ini belum ada menyelesaikan masalah yang ada.

“Mari kita bersatu. Pemprov, DPRD Bali untuk menjaga ini semua. Menjadi DPR RI menjadi DPD RI tugasnya berjuang di Jakarta untuk apa yang bisa dibawa untuk Bali, bukan ngerecokin yang ada di Bali ini. Pengawasan di Bali ini dilakukan oleh DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota se-Bali, bukan oleh anda (DPR RI dan DPD RI,red) ini,” sentil Koster.

Ia meminta kepada Anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Bali agar fokus pada kedudukan, tugas dan fungsinya berjuang di Kementerian agar APBN dan infrastruktur masuk ke Bali. “Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali masih ada sekian item yang bisa diperjuangkan, tapi kan gak ada yang ngomong, gak ada yang ngomong,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN