Sejumlah pemulung dan alat berat menata tumpukan sampah di TPA Sarbagita, Denpasar, Bali, Selasa (5/11/2024). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Anggota Tim Kerja Pembatasan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) Provinsi Bali, Prof. Dr. Ni Luh Kartini mengatakan dunia kini menghadapi kondisi darurat sampah yang sangat kritis, bahkan sudah masuk pada tahap kiamat sampah.

Ia pun menegaskan pengelolaan sampah di Bali tidak bisa bergantung pada sistem TPA seperti di Suwung.

Saat ini sudah ada regulasi seperti Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Plastik Sekali Pakai, Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, serta SE Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2025 tentang Penegakan Pengelolaan Sampah di Wilayah Bali.

Baca juga:  Belasan Terinfeksi COVID-19, Hong Kong Musnahkan Ribuan Hamster

Prof. Kartini mengingatkan bahwa pengelolaan sampah bukan hanya kegiatan fisik, tetapi juga gerakan moral yang menyangkut kelangsungan hidup generasi mendatang. “Kandungan logam berat dari plastik bisa berdampak serius pada tumbuh kembang anak-anak kita. Ini soal keadilan antargenerasi,” ungkapnya.

Prof. Kartini menekankan beberapa langkah konkret, yaitu pengelolaan sampah dari sumbernya. Di mana sampah organik dipilah dan diolah melalui teba di belakang rumah, teba modern, atau tong komposter.

Baca juga:  Dari Hujan Es Landa Desa Serai hingga Kematian di 3 Negara Ini Naik

Sementara itu, sampah anorganik dikumpulkan ke TPS3R untuk didaur ulang, dan sampah residu menjadi tanggung jawab pengelolaan oleh pemerintah. Kartini juga mengajak masyarakat untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai dalam segala bentuk, termasuk dalam kegiatan rapat, upacara, maupun perayaan adat.

“Mari kita lakukan ini bukan karena perintah, tetapi karena cinta pada Ibu Pertiwi. Kita wariskan bumi yang sehat untuk generasi selanjutnya,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

Baca juga:  Tujuh Banjar Usung Bade dan Lembu Palebon Cok Budi Suryawan
BAGIKAN