
DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Kepala Desa Tusan, Klungkung, I Dewa Gede Putra Bali, Kamis (3/7) mulai diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Dari dakwaan JPU I Putu Iskadi Kekeran, yang dibacakan di hadapan majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, disebut terdakwa I Dewa Gede Putra Bali selaku Kepala Desa Tusan Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, diduga dalam kapasitasnya sebagai perbekel melakukan penyimpangan dalam pengelolaan Dana APBDes Desa Tusan tahun anggaran 2020 sampai dengan 2021.
Terdakwa bersama terpidana I Gede Krisna Saputra (mantan Kaur Keuangan Desa Tusan) membuat slip penarikan yang melebihi dari total nilai SPP (Surat permintaan pembayaran) yang seharusnya dalam mekanisme pencairan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kegiatan.
Di mana, kata JPU, sebanyak 16 kali penarikan dilakukan dengan cara terdakwa I Dewa Gede Putra Bali memberikan surat kuasa kepada I Gede Krisna Saputra selaku Kaur Keuangan/ Bendahara Desa Tusan yang telah ditandatangani oleh terdakwa untuk dicairkan ke Bank BPD Bali Cabang Klungkung.
Dan, kata JPU, dicairkan pula dana sebanyak lima kali dengan cara datang ke kantor Bank BPD Bali Cabang Klungkung dimana terdakwa Dewa Gede Putra Bali dan Dewa Krisna bersama-sama menandatangani slip penarikan dana tersebut di kantor Bank BPD Bali Cabang Klungkung.
Masih dari dakwaan JPU, disebutkan penarikan 21 slip penarikan yang melebihi dari total nilai SPP dengan jumlah penarikan sebesar Rp. 453.768.400.
Atas penarikan itu, Dewa Krisna untuk terlihat seolah-oleh terdapat kegiatan yang telah dilaksanakan di antaranya pemungutan pajak tahun 2020 sampai dengan tahun 2021 dan hasil pungutan pajak tersebut yang tidak disetor dan/atau kurang disetor ke kas negara, membuat SPP fiktif dan kurang potong pembayaran BPJS Kesehatan 1% Kepala Desa (Perbekel) dan perangkat desa dari April 2021 sampai November 2021.
Rinciannya, pajak tahun 2020 yang sudah dipungut namun belum atau kurang disetor ke kas negara sejumlah Rp.233.836,91,
PPh Pasal 22 Tahun 2020 yang belum atau kurang dipungut serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp.603.332,73, PPh Pasal 23 Tahun 2020 yang belum atau kurang dipotong serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp.90.000.
PPN tahun 2021 yang sudah dipungut, namun belum atau kurang disetor ke kas negara Rp.23.132.804, PPh Pasal 21 tahun 2021 yang sudah dipungut, namun belum atau kurang disetor ke kas negara sejumlah Rp.54.000,00, PPh Pasal 22 tahun 2021 yang sudah dipungut, namun belum atau kurang disetor ke kas negara sejumlah Rp.6.475.553,00, PPh Pasal 22 yang belum atau kurang dipungut serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp35.181,64.
PPh Pasal 23 yang belum atau kurang dipotong serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp.21.600. Dari apa yang dilakukan terdakwa bersama terpidana Dewa Krisna, mantan Perbekel Dewa Putra Bali disebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.402.071.011,28 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Inspektorat Daerah Kabupaten Klungkung.
Dari jumlah itu, terdakwa menikmati Rp. 373.768.400, dan Dewa Krisna sebesar Rp.112.302.610. Terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 2, 3 dan 8 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas dakwaan itu, Dewa Putra Bali selaku mantan Kades Tusan melalui kuasa hukumnya bakalan mengajukan eksepsi atau keberatan. Namun saat dikonfirmasi, salah satu kuasa hukumnya (kini batal), Sumardika, mengatakan bahwa dia dijadikan saksi dalam kasus ini, sehingga dia tidak bisa dilibatkan sebagai penasihat hukum.
Padahal menurutnya, dia mendampingi kades, sebelum dijadikan tersangka oleh pihak penyidik. “Walau gagal menjadi penasihat hukum, kami berharap kasus ini ditegakkan seadil-adilnya. Saya bisa memantau perkara ini dari luar, karena saya dimasukan sebagai saksi,” ucap Sumardika. (Miasa/Balipost)