Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyebutkan kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyebutkan kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan terjadi di Indonesia.

Ia juga mengatakan rumah tangga menjadi tempat terjadinya kekerasan yang paling banyak dilaporkan.

“Kalau dilihat dari jenis kekerasannya maka kekerasan seksual yang menempati posisi paling tinggi dan kalau dilihat dari tempat kejadian dari kekerasan ini yang paling tinggi ada di rumah tangga,” kata Arifah, Sabtu (14/6) dikutip dari Kantor Berita Antara.

Hal tersebut, kata dia, sebagaimana data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) dari Januari hingga Juni 2024 mencatat ada 11.850 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan, dengan total korban mencapai 12.604 orang.

Baca juga:  Menteri PPPA-Ketum PWI Pusat Jajaki Kerja Sama Kesetaraan Gender

“Terbanyak adalah korbannya perempuan 10.000 lebih. Dari jenis kekerasannya, yang terbanyak adalah kekerasan seksual dengan jumlah 5.246, sedangkan tempat kejadian yang paling tinggi adalah di ranah rumah tangga,” kata saat memberikan pidato sambutan dalam acara.

Adapun, lanjut dia, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.

Sementara itu, kata dia, 9 dari 100 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya ialah

Bahkan, dia menyebut dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang tak ia sebutkan tahunnya, 1 dari 2 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan emosional sepanjang hidupnya.

Baca juga:  Ratusan Penarik Becak dan Andong Dilibatkan di Pernikahan Kaesang-Erina

“Ini tidak sekedar angka dalam statistik. Ada kisah, ada trauma, ada penderitaan dan juga dampak buruk bagi korban, yaitu penderitaan fisik, psikologi, kesehatan, ekonomi, dan juga sosial,” paparnya.

Di samping itu, dia menyebut kasus inses oleh anggota keluarga di ranah domestik juga menjadi salah satu kasus kekerasan seksual yang sangat tinggi terjadi di Indonesia.

“Dan agak sulit untuk melakukan penyelesaian karena ini hubungan yang sangat dekat dalam sebuah keluarga,” katanya.

Oleh sebab itu, dia menegaskan data tersebut menjadi bukti nyata bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu multidimensi yang memerlukan pendekatan komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari pencegahan, perlindungan, hingga pemulihan korban.

Baca juga:  Perempuan di Kota Alami Kekerasan Seksual Lebih Tinggi

“Hal ini menegaskan urgensi untuk implementasi kebijakan, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan ketersediaan serta aksesibilitas layanan perlindungan yang harus ditingkatkan dan diperkuat baik oleh pemerintah maupun masyarakat,” katanya.

Dia pun memandang kehadiran paralegal sebagaimana pelatihan yang diberikan kepada ribuan anggota Muslimat NU pada acara tersebut sangatlah penting sebagai jembatan yang menghubungkan korban yang banyak di antaranya perempuan dengan sistem hukum dan keadilan.

“Selain menjadi pendamping hukum dan mediator, para legal juga membantu korban untuk menjangkau akses bagi korban untuk memperoleh keadilan atas kasus yang dialaminya. Para legal akan membantu korban dalam menyiapkan dokumen hukum dan keadilan hukum lainnya yang diperlukan,” katanya. (kmb/balipost)

 

BAGIKAN