Tampak depan suasana RSUD Tabanan. RS ini akan menerapkan KRIS mulai Juli 2025. (BP/Dokumen)

TABANAN, BALIPOST.com – Dua rumah sakit milik pemerintah di Kabupaten Tabanan, yakni RSUD Tabanan dan RS Singasana, akan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada 1 Juli 2025, sebagaimana amanat Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala Dinas Kesehatan Tabanan, dr. Ida Bagus Surya Wira Andi, menegaskan bahwa kesiapan ini mengacu pada hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Bali. “RSUD Tabanan dan RS Singasana sudah dalam tahap siap menuju penerapan KRIS,” tegasnya.

Baca juga:  Hanya Dua Kabupaten Laporkan Tambahan Kasus COVID-19 di Bawah 10

KRIS merupakan sistem rawat inap tunggal yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3, dengan layanan berstandar sama untuk semua peserta BPJS Kesehatan.

Dalam pelaksanaannya, hanya sistem kelas 3 yang mengalami penyesuaian teknis agar memenuhi 12 standar minimum KRIS.

Salah satu yang disorot adalah kapasitas tempat tidur dalam satu ruang rawat inap. Jika sebelumnya ruang kelas 3 menampung enam pasien, kini dibatasi maksimal empat tempat tidur. Jarak antar tempat tidur pun harus minimal 1,5 meter, dan setiap ruang wajib memiliki toilet.

Baca juga:  KRIS Tidak Hapus Jenjang Kelas Layanan BPJS Kesehatan

Terpisah Direktur RSUD Tabanan, dr. I Gede Sudiarta, mengakui bahwa rumah sakit yang dipimpinnya masih dalam tahap finalisasi kesiapan infrastruktur. “Kami masih melengkapi beberapa elemen fisik dan administratif agar sesuai KRIS,” jelasnya.

Sementara itu, RS Singasana yang berada di Kecamatan Kediri justru lebih siap. Direktur RS Singasana, dr. I Wayan Dody Setiawan menyebut, sejak awal pihaknya sudah menyesuaikan standar bangunan dengan konsep KRIS. “Kami sudah terapkan maksimal empat tempat tidur per ruang dan mulai mengembangkan fasilitas tambahan,” ungkapnya.

Baca juga:  Tak Pakai Masker, Denpasar Berlakukan Dua Sanksi Ini Sekaligus

RS Singasana bahkan tengah mempersiapkan ruang rawat inap baru khusus pasien bedah dan interna. Hal ini dilakukan untuk merespons angka bed occupancy rate (BOR) yang cukup tinggi pada dua layanan tersebut. “BOR rata-rata 60 persen, namun untuk bedah dan interna bisa mencapai 70–80 persen,” jelasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN