Ogoh-ogoh ST Taruna Dharma Castra Banjar Tengah Sidakarya, Denpasar Selatan. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perayaan hari raya Nyepi lebih semarak dari beberapa tahun sebelumnya dengan kreativitas sekaa teruna (ST) dalam pembuatan ogoh-ogoh. Seperti ST Taruna Dharma Castra (TDC) Banjar Tengah Sidakarya, Denpasar Selatan, membuat ogoh-ogoh mengusung tema Sutasoma Parama Wisesa. Ogoh-ogoh ini salah satu peserta lomba yang diselenggarakan Kota Denpasar.

Klian Banjar Tengah Sidakarya, I Wayan Terus, Jumat (20/9) menjelaskan, tema ini diambil dari penggalan kisah perjalanan Sutasoma yang ingin dijadikan raja oleh ayahnya, Uri Mahaketu. Saat itu umur Sutasoma masih muda.

Raja Uri Mahaketu memutuskan pemindahan kekuasaan kepada anaknya Sutasoma karena dinilai mampu dengan mudah menyelamatkan kerajaan dari penyerangan yang dilakukan Detya Rakuasa. Namun keputusan itu ditolak oleh Sutasoma dikarenakan merasa dirinya belum mampu memegang tanggung jawab tersebut dan masih ingin memahami pengetahuan akan sastra. “Karena permintaan itu Sutasoma memilih untuk mencari jati diri dengan cara pergi dari istana menuju ke hutan tanpa sepengahuan raja,” ujarnya.

Baca juga:  Konsumen dan Pedagang Eceran Optimis Ekonomi Bali Membaik

Sesampainya di hutan, Sutasoma kemudian menuju puncak gunung Maha Meru. Sutasoma menjumpai Gajah Waktra berwujud besar yang ingin membunuhnya.

Namun Gajah Waktra tidak mampu mengalahkan Sutasoma. Karena kesaktian dan kebijaksanaan yang dimiliki Sutasoma membuat Gajah Waktra menjadi luluh. Setelah diberi petuah oleh Sutasoma, Gajah Waktra kembali pergi menuju hutan.

Selanjutnya Sutasoma menemukan seekor macan lapar yang ingin memakan anaknya sendiri. Karena perasaan kasih Sutasoma, Ia merelakan diri menjadi pengganti makanan macan itu.

Baca juga:  Amankan Rangkaian Nyepi, Polda Kerahkan Ribuan Personel

Kemudian datanglah seekor naga yang melilit Sutasoma, sehingga terjadilah perebutan Sutasoma antara macan dan naga tersebut. Perebutan itu dimenangkan oleh sang macan dan berhasil membunuh Sutasoma.

Setelah Sutasoma terbunuh, tiba-tiba sang macan menangis dan memohon ampun. Macan itu berharap mayat Sutasoma bisa dihidupkan lagi.

Karena para dewa masih mengharapkan Sutasoma hidup untuk bisa melaksanakan swadharmanya di dunia ini. Atas kuasa Tuhan hiduplah kembali sang Sutasoma seperti sediakala.

Baca juga:  Hari Valentine, Kenali Makna di Balik Delapan Jenis Bunga Ini

“Dari cerita di atas dapat dikutip bahwa Sutasoma yang memiliki sifat ketulusan mampu mengalahkan sifat keangkaramurkaan terhadap setiap makhluk,” ujarnya.

Bahkan, lanjut Wayan Terus, sesuatu yang belum seharusnya ia dapatkan masih perlu dilakukan pembuktian dengan ilmu pengetahuan secara luas. Sampai Sutasoma merasa layak dan pantas akan bekal yang ia dapatkan dan mampu sepenuhnya diterapkan kepada setiap makhluk, manusia dan ibu pertiwi,” tutupnya. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *