Wisatawan memotret gebogan atau sesajen berisi buah, kue, bunga dan hiasan janur saat tradisi Mapeed di Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Gianyar, Bali, Sabtu (23/4/2022). Kunjungan wisman ke Bali mulai meningkat seiring melandainya pandemi COVID-19. (BP/Antara)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Setelah dua tahun menghadapi pandemi, perlahan pariwisata Bali mulai bangkit. Tak hanya itu, pariwisata Bali pun mulai beradaptasi terhadap wisata pascapandemi. Beberapa resort, hotel, vila telah mulai mengadaptasi wisata berbasis kesehatan seperti menyediakan makanan sehat, properti yang lebih ramah kesehatan, serta aktivitas dan atraksi wisata yang lebih menyehatkan.

Ketua Indonesian Food and Beverage Executive (IFBEC) Bali terpilih Ketut Darmayasa, Jumat (27/5) mengatakan, pascapandemi konsep pariwisata berubah yaitu mengutamakan Natural tourism, Eco tourism, Wellness tourism, Adventure tourism (NEWA). “Karena masa transisi, maka kesehatan diutamakan. Produk yang diciptakan mengarah ke kesehatan,” ujarnya.

Saat ini IFBEC lebih fokus mengembangkan atau menciptakan makanan dan minuman yang lebih sehat serta pelayanan yang ramah kesehatan. Maka dalam menghadapi gelombang tamu wisata saat ini, diakui stakeholder pariwisata telah melakukan berbagai persiapan. Persiapan ini berkaitan dengan konsep 5M. Yaitu, man power yaitu naker harus di-training dengan baik untuk beradaptasi dengan transformasi wisata.

Baca juga:  Tinjau KEK Sanur Didampingi Gubernur Koster, Megawati Minta Ditata Ulang Seperti Zaman Bung Karno

Apalagi pascapandemi, akan banyak terjadi perubahan pelayanan, produk, minat, dan lain-lain sehingga naker di bidang ini perlu diassement kembali dan nantinya mereka juga dapat meng-asessement orang-orang baru di bidang ini. “Jika semua dikelola dengan baik, maka orang yang masuk akan siap sehingga penyerapan naker lokal bisa terserap optimal,” ujarnya.

Dua tahun terhenti, maka produk (material) yang dijual atau diciptakan oleh industri pariwisata adalah produk yang dibutuhkan oleh pelanggan. Ia mengatakan, mesin atau alat (machinery) yang digunakan untuk menciptakan makanan dan minuman harus dimonitor saat ini agar tidak mengganggu pelayanan mengingat alat tersebut mungkin ada yang tidak terpakai selama dua tahun. Selain itu, sistem pelayanan (mechanism) juga berubah saat ini karena tamu saat ini berbeda dengan tamu sebelumnya.

Baca juga:  Ingin Rasakan Sensasi Sarapan di Tengah Jalan? Kamu Bisa Coba di Desa Wisata Ini

Permodalan dalam rangka persiapan menyambut gelombang tamu juga harus dipikirkan. Dalam hal ini, kreativitas naker didorong agar memanfaatkan modal yang minim untuk dapat melayani tamu. Kemudian menentukan pasar (market) yang akan dibidik, tidak asal-asalan. Dalam menentukan market perlu memperhatikan segmenting, targeting, positioning. Untuk itu diperlukan brand awareness.

GM Suriwathi Resort Nyoman Suparta mengatakan, saat ini okupansi hotelnya telah terisi 65%. Meskipun bukan hotel berbintang, namun pelayanannya dikatakan pelayanan bintang 5. Hal inilah yang menyebabkan hotelnya saat ini diisi oleh tamu-tamu Australia.

Baca juga:  Tingkatkan Kualitas dan Berkelanjutan, Pariwisata Budaya Dideklarasikan

Hotel yang terletak di Legian, Kuta ini memang sejak puluhan tahun selalu menjadi langganan tamu Australia, bahkan hingga saat ini. “Begitu Bali dibuka bulan Maret, hotel kita sudah banyak menerima bookingan tamu Australia, bahkan tamu kita 70% repeater,” ujarnya.

Menurutnya tamu Australia menyukai tempat-tempat yang tradisional, dekat pantai, konsep hotel dengan pintu masuk kecil namun di bagian belakang luas dan indah seperti hidden gem. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN