padi
Wisnuardhana. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dampak sosial ekonomi akibat pandemi COVID-19 benar-benar dirasakan masyarakat. Salah satunya yang kini dikhawatirkan, ketersediaan dan arus distribusi logistik.

Terlebih, kini tekanan ekonomi dipertajam dengan munculnya pembatasan sosial, isolasi, maupun karantina mandiri. Hal ini tentu memerlukan antisipasi ketersediaan dan kecukupan logistik beserta distribusinya.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir. Ida Bagus Wisnuardhana, M.Si. mengatakan, di tengah situasi pandemi COVID-19, pihaknya memproyeksikan pada April hingga Desember 2020 ketersediaan pangan di Bali sangat memadai. Proyeksi ini berdasarkan luas tanam dan luas panen di Bali.

Bahkan, beras yang menjadi bahan kebutuhan pokok utama masyarakat jumlahnya surplus hingga Desember. Sepuluh kebutuhan pokok lainnya, seperti jagung, daging sapi, daging ayam, telur ayam, dan cabai rawit merah, minyak goreng, dan gula juga sangat memadai. Hanya saja, bawah merah dan bawah putih yang langka.

Baca juga:  Ribuan KPM di Buleleng Terima PKH, Jumlah Pendamping Belum Memadai

Terkait beras, konsumsi masyarakat Bali dari April hingga Desember 2020 di prediksi lebih dari 280.000 ton. Sementara, ketersediaan beras di Bali hingga akhir tahun 2020 sebanyak 400.000 ton (hasil panen petani lokal).

Sehingga, Bali surplus 120.000 ton beras. Bahkan, surplus ini diprediksi akan jauh lebih banyak, karena konsumsi wisatawan berkurang, seiring dengan tidak adanya kunjungan wisatawan ke Bali selama pandemi COVID-19.

Sebaliknya, hingga akhir tahun 2020, kekurangan bawang merah diprediksi sebanyak 2.700 ton dan bawang putih sebanyak 9.500 ton. “Untuk dua komoditi ini sudah saya lapor ke Gubernur Bali dan Kementerian Pertanian pada saat teleconference, dan akan dipenuhi dari luar Bali. Bahkan, bawang putih saat ini sudah datang dan sudah kami koordinasikan dengan pihak Bulog agar distok lebih banyak,” ujar Wisnuardhana dalam Talkshow Merah Putih “Antisipasi Ketersediaan Logistik dalam Pandemi COVID-19” di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Rabu (29/4).

Baca juga:  Ditanya Puncak COVID-19 di Bali, Ini Jawaban Gugus Tugas

Sementara itu, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam sangat surplus, bahkan harganya sangat murah karena relatif sulit pemasarannya. Selama ini komoditi pertanian Bali sebanyak 20 sampai 30 persen terserap di hotel dan swalayan. Sehingga, dalam kondisi seperti saat ini pemasarannya sangat sulit.

Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali Anak Agung Ngurah Agra Putra, mengatakan, kondisi retail di Bali pada kuartal I tahun 2020, baik retail modern maupun tradisional, meningkat atau tumbuh sebesar 9 persen dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya. Terutama pada Maret, karena ada hari raya Nyepi dan “panic buying” masyarakat Bali akibat pandemi COVID-19 pada awal Maret.

Baca juga:  Tata Ruang Bali Rusak, Bencana Ekologis di Depan Mata

Pihaknya mengakui, bahwa semua sektor terdampak pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pihaknya menyoroti perubahan perilaku konsumen masyarakat Bali. Akibat pandemi COVID-19 perilaku konsumen masyarakat Bali mengalami perubahan dalam memenuhi kebutuhan.

Masyarakat mulai beralih berbelanja kebutuhan pokok via online, yang saat ini cenderung meningkat hingga 30 persen. Meskipun value-nya tidak begitu signifikan dibandingkan belanja secara langsung. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *