
JAKARTA, BALIPOST.com – Kasus kematian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana berinisial TAS (22) yang diduga menjadi korban perundungan di lingkungan kampus, menjadi sorotan Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, Minggu (19/10).
Ia mengingatkan bahwa kampus harus menjadi ruang aman bagi seluruh civitas academica, khususnya mahasiswa, untuk tumbuh dan berkembang secara bebas tanpa rasa takut ataupun tertekan akibat perundungan.
TAS ditemukan meninggal dunia pada Rabu (15/10) diduga usai melompat dari lantai empat gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Korban diduga dirundung rekan sebaya di lingkungan kampus, maupun melalui grup percakapan daring.
Terkait hal itu, Hetifah meminta pihak kampus untuk segera melakukan investigasi menyeluruh dan memastikan adanya tindak lanjut yang transparan dan berkeadilan terhadap seluruh pihak yang terlibat.
“Kampus adalah tempat belajar, bukan tempat untuk menekan, mempermalukan, atau menyingkirkan seseorang. Kita harus memastikan bahwa setiap mahasiswa merasa aman dan dihargai. Kasus seperti ini tidak boleh terulang lagi,” kata Hetifah, dikutip dari Kantor Berita Antara.
Dia mengatakan, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi harus segera diimplementasikan secara nyata oleh seluruh universitas di Indonesia.
“Kami mendorong setiap perguruan tinggi mengaktifkan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan serta membuka kanal pelaporan yang aman bagi mahasiswa. Jangan biarkan korban takut bicara. Kampus juga perlu menyediakan layanan konseling dan pendampingan psikologis secara berkelanjutan,” tuturnya.
Di samping itu, dia juga mengingatkan pentingnya membangun budaya empati dan solidaritas di kalangan mahasiswa, termasuk dalam organisasi kemahasiswaan dan komunitas kampus.
Menurut dia, tindakan mengejek, merendahkan, atau menyukai sesama mahasiswa, baik secara langsung maupun melalui media sosial, merupakan bentuk kekerasan psikologis yang harus dicegah sejak dini.
Sebagai ketua komisi yang membidangi urusan pendidikan, Hetifah menegaskan Komisi X DPR RI mendukung langkah Kemendiktisaintek untuk turun langsung meninjau kasus tersebut, serta mendorong penegakan aturan bagi pelaku dan perlindungan maksimal bagi korban.
Komisi X, kata dia, akan terus memantau perkembangan kasus Timothy dan mendorong peningkatan regulasi serta pengawasan terhadap praktik perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan, baik di sekolah maupun perguruan tinggi.
“Kami tidak ingin tragedi ini berlalu tanpa makna. Ini saatnya seluruh perguruan tinggi melakukan introspeksi dan reformasi budaya kampus. Pendidikan sejati hanya bisa tumbuh dalam lingkungan yang aman, inklusif, dan manusiawi,” demikian Hetifah. (kmb/balipost)