Ketua DPD Himperra Bali (kanan) bersama Ketum Himperra usai pembukaan Himperra Expo 2019. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kuota rumah bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sudah menipis. Sementara backlog perumahan belum semua di penuhi. Secara nasional sisa kuota rumah bersubsidi 14.000 unit, sedangkan backlog perumahan di Bali saja 250.000. Dengan demikian, kebutuhan rumah bersubsidi belum semua dipenuhi.

Ketua Umum Himperra (Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat) Endang Kawijaya, Senin (19/8), mengatakan, permintaan rumah subsidi dari tahun ke tahun terus meningkat. Namun, tahun ini ada sedikit gangguan pada keterbatasan anggaran untuk rumah bersubsidi. Sementara rumah komersil atau nonsubsidi agak lesu sehingga properti belum pulih betul. Menipisnya kuota tentu akan menurunkan realisasi rumah bersubsidi tahun ini.

Baca juga:  Penyaluran Pembiayaan UMi Meningkat

Dijelaskannya, ada tiga jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi yaitu FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), SSB (Selisih Suku Bunga), dan SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka). Rumah subsidi SSB dan FLPP masih ada sisa. Kuota rumah bersubsidi sebanyak 168.000 sudah hampir habis. Juli 2019 ditargetkan mencapai 180.000. “Tapi bulan ini tampaknya akan habis, paling telatnya September,” ungkapnya.

Pemerintah telah melakukan antisipasi dengan mengeluarkan Permen 587 yang memudahkan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). “Karena dulu BP2BT punya beberapa kekurangan yaitu cicilannya lebih mahal dan harus ada SLF (Sertifikat Laik Fungsi) rumah. Saya sudah cek dengan teman–teman di Bali, pemdanya belum siap,” jelasnya.

Baca juga:  Sepuluh Ribu Warga di Klungkung Terindikasi Belum Perekaman e-KTP

Ketiga kendala yang dihadapi yaitu uang mukanya 5 persen. Sementara rumah bersubsidi FLPP dan SSB uang mukanya dibantu oleh pemerintah sebesar Rp 4 juta. “Kalau yang BP2BT dibantu uang mukanya sampai Rp 40 juta, tapi sisanya dicicil dengan bunga komersil,” ungkapnya.

Rumah bersubsidi secara nasional sejak 2016 sudah terealisasi 200.000 unit. Pada 2017 mencapai 216.000 dan pada 2018 sebanyak 256.000. Realisasi rumah ini tanpa adanya bantuan BP2BT, walaupun BP2BT sudah diluncurkan akhir 2017.

Baca juga:  BTN Bidik Kaum Milenial

Ketua DPD Himperra Bali Wayan Jayantara mengatakan, pembangunan rumah di Bali terkendala adanya LP2B (Lahan Pertanian Basah yang Berkelanjutan) yang tidak boleh dibangun perumahan. “Tapi sampai saat ini Himperra selalu selektif dalam pembangunan di sebuah lahan bekerja sama dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) setempat,” tandasnya.

Lahan yang bisa dipakai untuk perumahan adalah lahan tegalan, bukan pertanian aktif atau pertanian basah. Lahan–lahan itu banyak tersedia di Singaraja, Tabanan, Klungkung, dan Karangasem. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *