Puntung rokok. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ocean Conservancy yang merupakan kelompok konservasi kelautan berkantor pusat di Washington D.C, Amerika Serikat membeberkan fakta mengenai jenis sampah yang paling banyak ditemukan di lautan. Data dari lembaga konservasi tersebut menyebutkan jika puntung rokok adalah sampah terbanyak yang ditemukan di perairan laut.

Kelompok ini telah mengumpulkan sampah sejak 1986 dan telah terkumpul 60 juta puntung rokok yang didapat hanya dari pantai Washington D.C. WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa membuang puntung rokok secara sembarangan telah dilakukan oleh jutaan orang.

Puntung rokok tersebut dibuang begitu saja di jalanan, trotoar dan selokan hingga ikut bersama arus air menuju lautan. Ironisnya, banyak perokok yang beranggapan bahwa penyaring rokok terbuat dari bahan yang dapat terurai dan dapat diolah.

Faktanya, filter rokok terbuat dari selulosa asetat atau sejenis plastik yang membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun agar dapat terurai secara alami.

Sampah berupa puntung rokok juga banyak ditemui di perairan Bali. Pada pelaksanaan aksi pemungutan sampah serangkaian World Clean Up Day di Pantai Mertasari, Sanur, benda kecil ini menjadi sampah yang paling banyak dipungut.

“Sampah yang paling berbahaya adalah puntung rokok, itu kan ada filternya. Jadi orang kadang-kadang tidak berpikir dan membuang sembarangan begitu saja dan itu kan susah banget untuk pungut,” ujar Putu Evie Suyadnyani dari Trash Hero Kertalangu untuk Wilayah Denpasar.

Baca juga:  TNI Gelar Penghijauan di Pesisir Yeh Gangga

Di sisi lain, lanjut Evie, sampah-sampah kecil seperti puntung rokok juga kerap tak terlihat jika ada aksi bersih-bersih. Padahal, puntung rokok tidak saja sulit terurai seperti sampah plastik. Tapi juga mengandung racun nikotin yang dapat mengganggu lingkungan. “Orang merokok boleh, tapi lihat sekeliling juga. Perhatikan orang di sekeliling apakah mereka perokok. Kedua, sampahnya juga agar tidak dibuang sembarangan,” imbuhnya.

Menurut Evie, sampah plastik khususnya, telah menjadi permasalahan berat yang mengganggu ekosistem dan biota laut, serta tanpa disadari kesehatan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat di seluruh dunia perlu disadarkan untuk mulai bergerak dan tidak lagi menunda-nunda untuk berbuat mengatasi sampah.

Soal puntung rokok yang berkontribusi besar pada pencemaran laut dan mengotori pantai sempat disoroti pelaku pariwisata. Sebab, pantai merupakan salah satu aset utama Bali yang mengandalkan sektor pariwisata.

Silent Killer

Kebiasaan membuang sampah ini dengan sembarangan, berpotensi menjadi “silent killer” bagi pariwisata Pulau Dewata. “Masalah kemacetan bisa diatasi dengan infrastruktur. Tapi sampah di laut sulit diatasi karena menyangkut budaya. Persoalan sampah di laut ini bisa menjadi silent killer pariwisata Bali. Tidak kelihatan, tapi mematikan,” ujar salah satu praktisi pariwisata yang tergabung dalam Bali Hotels Association (BHA), Wayan Warta.

Menurut Warta, sampah plastik merupakan ancaman terbesar pantai dan laut Bali. Itu sebabnya, BHA turut mengupayakan kebersihan dengan mengumpulkan sampah plastik di laut yang berserakan di pantai.

Baca juga:  Pilkel Serentak di Tabanan, Wartawan dan Penyanyi Bali Menang

Setiap tahunnya, BHA mengadakan International Coastal Cleanup pada minggu ketiga bulan September. Antaralain melibatkan hotel anggota BHA, sekolah, dan perusahaan lainnya yang tahun ini sebanyak 145 instansi dengan 2.481 peserta dewasa dan 105 anak-anak. “Dua terbesar yang banyak dipungut adalah puntung rokok dan sampah plastik kecil, seperti sedotan dan tutup botol,” jelasnya.

Warta menambahkan, puntung rokok yang dipungut mencapai 39.137 buah. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 33.108 puntung rokok. Total panjang pantai yang dibersihkan meliputi, Ubud, Sanur, Jimbaran, Uluwatu, Nusa Dua, Tanjung Benoa, Canggu, Kuta, Legian, Seminyak (Camplung Tanduk dan Petitenget), dan Tabanan.

Di berbagai negara, pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang gencar dilakukan. Namun, tim peneliti dari San Diego State University mengatakan, puntung rokok yang termasuk filter di dalamnya lebih mengontaminasi lautan dari pada sedotan plastik.

Filter rokok terbuat dari plastik yang disebut selulosa asetat, bahan ini membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun untuk dapat dekomposisi. “Sangat jelas tidak ada manfaat kesehatan dari filter rokok. Filter hanyalah alat pemasaran. Dan mereka mempermudah orang untuk merokok. Ini juga merupakan kontaminan utama, dibanding semua sampah plastik itu,” ujar Thomas Novotny, professor kesehatan masyarakat dari San Diego State University, seperti yang dikutip dari Mirror UK, Selasa (28/8/2018).

Baca juga:  Jumpai dan Dawan Klod Miliki TPS3R

Novotny menambahkan, ada sekitar 5,6 triliun rokok dengan filter yang terbuat dari selulosa asetat diproduksi di seluruh dunia setiap tahunnya. Sayangnya, sekitar dua pertiga puntung rokok dibuang sembarangan dan tidak bertanggung jawab yang berakibat merusak lingkungan.

Jumlah tersebut totalnya sekitar sepertiga dari semua barang yang dikumpulkan. Jika digabungkan, jumlah sampah puntung rokok lebih banyak daripada sampah pembungkus plastik, wadah, tutup botol, peralatan makan dan botol.

Ketika terurai, limbah dapat menjadi mikroplastik yang mudah dikonsumsi satwa liar. Para peneliti telah menemukan sekitar 70 persen detritus, partikel organik hasil dari proses penguraian sampah, berada di dalam perut burung laut dan 30 persen di tubuh penyu.

“Filter yang dibuang biasanya mengandung serat sintetis dan ratusan bahan kimia yang digunakan untuk mengolah tembakau,” Jelas Novotny dalam memperingatkan bahaya puntung rokok terhadap hewan liar.

Namun demikian, Nick Mallos, Direktur Kampanye Trash Free Seas untuk Ocean Conservancy mengatakan, perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui dan menentukan apa bahaya limbah ini terhadap kesehatan manusia. Dengan harapan mengubah kondisi ini, kampanye yang disebut “Cigarette Pollution Project” memiliki misi untuk melarang penggunaan filter rokok. Selain itu, kampanye ini juga meminta industri rokok mencari solusi dari pencemaran lingkungan ini, salah satunya membuat produk tembakau alternatif. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *