Dadong Soring tinggal di gubuk reot sebatang kara. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali kini menduduki posisi kedua terendah angka kemiskinannya setelah DKI Jakarta. Kondisi ini bisa dicapai karena jumlah penduduk miskin di Bali turun menjadi 3,91% dari total jumlah penduduk pada September 2018. Penurunannya sebanyak 3,42 ribu orang sehingga jumlah penduduk miskin menjadi 168,34 ribu orang.

Penurunan jumlah penduduk miskin di Bali terus terjadi dari Maret 2017 yaitu 4,25% dari total penduduk Bali menjadi 4,14% pada September 2017. Sementara itu, jumlahnya turun lagi 4,01% dari total penduduk pada Maret 2018, dan 3,91% pada September 2018.

Menurut Kepala BPS Provinsi Bali Adi Nugroho didampingi Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali, Dedi Cahyono, Selasa (15/1), penduduk miskin berdasarkan penghitungan di tiga periode terakhir menurun. Meski demikian, persentase penduduk miskin di perdesaan masih lebih tinggi dari perkotaan.

Baca juga:  April 2018, Realisasi Ekspor Bali Turun 16,79 Persen

Di kota, persentase penduduk miskinnya sebesar 3,36% sedangkan di perdesaan persentase penduduk miskinnya 5,08%. Sehingga disparitasnya cukup tinggi.

Dikatakan, ada beberapa penyebab kemiskinan terutama dari sisi inflasi di perkotaan, namun di perdesaan terjasi deflasi pada September 2018. Inflasi juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Pada pertumbuhan ekonomi triwulan 3 lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,68% menjadi 6,24%.

Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada periode Agustus 2018 tercatat lebih banyak dibandingkan Februari 2018. Sedangkan penyerapan tenaga kerja di sektor kontruksi meningkat di perdesaan yaitu 3,14% dan di perkotaan mengalami penurunan 7,61%. Persentase penduduk miskin di Bali ini dipengaruhi juga oleh upacara keagamaan. Pada September 2018 ada beberapa kegiatan keagamaan Hindu. Itu diduga menyebabkan terjadinya kenaikan Garis Kemiskinan (GK) pada kelompok non makanan.

Baca juga:  Turun Lagi, NTP Bali di Desember

Untuk mengukur kesejahteraan dilakukan dengan pendekatan pengeluaran karena jika diukur dari pendapatan masyarakat, lebih susah. Bank Dunia memandu banyak negara, termasuk Indonesia, mengukur kemiskinan dengan derajat konsumsi.

GK pada Maret 2018 sampai September 2018 naik 1,53% dari Rp 382.598 per kapita per bulan menjadi Rp 388.451 per kapita per bulan pada September 2018. Komposisi penyebab GK adalah bahan makanan sebesar 68,02% di perkotaan dan GK makanan di perdesaan 70,89%. “Meski angka GK (tingkat konsumsinya) naik, namun jumlah penduduk miskinnya menurun,” ungkapnya.

Baca juga:  Kemenkes Fasilitasi Alat Sprirometri di Setiap Puskesmas

Ini bisa menjadi isyarat daya beli masyarakat Bali semakin tinggi karena rata-rata pengeluaran pada September 2018 Rp 388.451, yang sebelumnya Rp 382.598. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *