Petani sedang bekerja di sawah. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan pengamatan indeks konsumsi rumah tangga petani di perdesaan padaDesember 2018, inflasi pedesaan Bali tertinggi dari 33 provinsi. Namun memang semua provinsi mengalami inflasi.

Inflasi perdesaan di Provinsi Bali tercatat 1,25%. Sedangkan inflasi terendah tercatat di Provinsi Sumatra Utara dengan besaran 0,06%.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho, belum lama ini, pada Desember 2018, Provinsi Bali tercatat mengalami inflasi perdesaan sebesar 1,25% yang disebabkan oleh naiknya rata-rata harga barang pada semua kelompok. Inflasi tertinggi tercatat pada kelompok bahan makanan yang mencapai 2,82%, disusul kelompok kesehatan 1,12%, kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 0,22%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,14%, kelompok sandang 0,09%, kelompok perumahan 0,08%, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,02%.

Baca juga:  Mayat Perempuan Penuh Sampah Ditemukan Mengapung

Komoditas konsumsi yang memberikan andil terhadap inflasi perdesaan di Desember antara lain, bawang merah, daging ayam ras, biaya kamar rumah sakit, sawi hijau, cabai rawit, tongkol, cabai merah, dan daging babi. Meskipun harga beras tidak masuk dalam daftar yang memberikan sumbangan inflasi, namun berdasarkan hasil pencatatan harga gabah di 7 kabupaten yaitu Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Karangasem, dan Buleleng selama bulan Desember 2018 menunjukkan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mengalami kenaikan.

Kenaikannya sebesar 0,51%, dari Rp 4.706 per kilogram pada bulan sebelumnya menjadi Rp 4.730 per kilogram pada Desember 2018. Demikian pula rata-rata harga GKP di tingkat penggilingan naik sebesar 0,56% dari Rp 4.791 per kilogram menjadi Rp 4.817 per kilogram. Namun harga beras di pasaran cukup stabil. Inflasi yang terjadi di Singaraja misalnya, memang disumbang oleh beras dari kelompok bahan makanan, namun sumbangannya sangat kecil yaitu 0,0793%.

Baca juga:  Satpol PP Gianyar Berantas Gepeng di Pusat Kota dan Ubud

Inflasi dan kenaikan harga gabah tersebut menyebabkan kondisi NTUP (Nilai Tukar Usaha Petani) pada Desember 2018 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,29%. Kenaikan indeks NTUP tercatat pada empat subsektor. Kenaikan tertinggi tercatat pada subsektor hortikultura sebesar 2,24%, disusul peternakan 1,92%, tanaman pangan 1,29% dan perikanan 0,06%.

Sebaliknya NTUP subsektor tanaman perkebunan rakyat tercatat mengalami penurunan sebesar 0,91%. “Jika dilihat NTUP subsektor perikanan lebih rinci, terlihat bahwa NTUP perikanan tangkap tercatat menurun sebesar 0,07%, sebaliknya NTUP perikanan budidaya naik sebesar 0,30%,” ungkapnya.

Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan (KPw) Provinsi Bali Azka A.Subhan mengatakan, ternyata memang kenaikan inflasi di pedesaan Desember 2018 di Bali cukup merata di berbagai sektor. Untuk itu produksi dan distribusi barang dan komoditas di pedesaan perlu ditingkatkan.

Baca juga:  Cegah Alih Fungsi Sawah Bukan Tugas Petani

Salah satu upaya antisipasi bisa dilakukan dengan program Desa Peduli Inflasi. Kepedulian kepada inflasi bisa dimulai dari pedesaan. “Program ini menjadi program unggulan Kabupaten Bangli ketika meraih penghargaan TPID Terbaik di tingkat kabupaten untuk wilayah Jawa dan Bali di tahun 2017 yang diterima tahun 2018 lalu,” ungkap Azka.

Lanjutnya inflasi perdesaan khususnya untuk komoditas pertanian bisa menguntungkan petani jika benar-benar memang harga yang baik diterima oleh petani. Namun jika keuntungan harganya justru diterima oleh tengkulak atau pedagang perantara, kenaikan harga tidak bermanfaat untuk petani. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *