Guru sedang mengajar. (BP/wan)

Dunia pendidikan di negeri ini telah melahirkan banyak guru besar. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran besar untuk sektor pendidikan. Dalam undang-undan pendidikan telah dicantumkan, bahwa 20 persen APBN/APBD harus terserap untuk sektor pembentukan generasi bangsa ini.

Terkait besarnya dana sektor pendidikan, ada banyak hal yang bisa dipertanyakan untuk menguji efektivitas penggunaannya. Dengan anggaran besar, sudahkah pendidikan murah dan berkualitas terwujud?  Dengan anggaran besar untuk sertifikasi, adakah korelasinya dengan peningkatan mutu pengajaran yang ditandai dengan kualitas lulusan? Lalu, apakah dunia pendidikan terbebas dari pungli?

Deretan pertanyaan ini tentu akan terjawab jika publik memiliki pengakuan bahwa pendidikan di negeri ini membanggakan. Tetapi faktanya, publik masih meragukan. Buktinya, ketika diadakan tes CPNS yang berlangsung dua minggu lalu, tak banyak yang lolos passing grade yang disyaratkan pemerintah. Tingkat kelulusannya hanya 30 persen, bahkan ada daerah yang lebih rendah dari angka tersebut.

Baca juga:  220 CPNS Pemkab Jembrana dilantik menjadi PNS

Tentu ini sangat memperihatinkan. Sampai-sampai Kemenpan-RB mengeluarkan aturan baru untuk mengakomodasi agar yang lulus lebih banyak. Ada dua pertanyaan yang belum bisa dijawab terkait rendahnya tingkat kelulusan peserta tes CPNS. Apakah ekspektasi pemerintah melalui standar passing grade terlalu tinggi atau kualitas SDM yang belum memadai? Susah untuk menjawab secara pasti. Kalau menjawab salah satunya, pasti ada yang tersinggung atau tidak puas.

Namun yang pasti, dunia pendidikan harus berbenah. Berbenah tidak saja menyangkut cara pengajaran, juga kurikulum yang diterapkan. Demikian pula sertifikasi guru, termasuk Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) ternyata tak berkorelasi langsung dengan etos mengajar para guru.

Baca juga:  Tabanan Masih Kekurangan Guru SD, Ini Usulan Anggota DPRD

Pemerintah harus memiliki tolok ukur yang jelas bagi guru-guru yang tersertifikasi. Jangan hanya mengukur mereka dari jumlah jam mereka mengajar, melainkan dari kecakapan profesi guru dan etos kerjanya dalam membangun dunia pendidikan. Cobalah evaluasi, sampai saat ini apakah dunia pendidikan ini sudah lebih berkualitas dengan banyaknya guru yang sudah bersertifikasi. Pemerintah harus mengingatkan guru, bahwa sertifikasi bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi ada tanggung jawab moral yang menyertainya.

Tantangan lain dunia pendidikan saat ini, selain terkait dana adalah adanya stigma bahwa dunia pendidikan kini juga menjadi kekuatan politis. Banyaknya guru dan aparatur yang terkait dengan dunia pendidikan membuat mereka jadi sasaran strategis untuk menjadi penggerak dukungan politik.

Baca juga:  Mempertaruhkan Nama Bali

Itulah makanya seringkali birokrat dan politisi sangat jarang melakukan koreksi terhadap etos kerja guru dalam membangun kualitas pendidikan. Walaupun ada banyak komponen yang memengaruhi mutu pendidikan, namun guru yang berkualitas dan memahami hakikat pendidikan tetap menjadi faktor utama penentu keberhasilan pendidikan. Untuk itu, haruslah ada tolok ukur yang jelas dalam menilai etos kerja guru dalam mengelola pendidikan nasional.

Selain itu, dalam kehidupan modern dengan kemajuan teknologi canggih ini, guru haruslan smart. Dalam artian, dia harus juga bisa mengikuti kemajuan teknologi. Sementara dalam penegakan disiplin untuk mengajarkan dan menanamkan moralitas, budi pekerti dan akhlak pada siswa, haruslah sangat menghindari penerapan kekerasan. Demikian pula harus memberi contoh. Salah satunya guru harus datang sebelum bel pelajaran berbunyi.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *