Sejumlah Prajuru Desa Adat Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan menemui Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS) Senin (29/10). Pertemuan ini mendiskusikan terkait lahan untuk proyek pembangunan Bandara Internasional Bali Utara. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Wacana proyek pembangunan Bandara Internasional di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan kembali mencuat. Di tengah menunggu kepastian izin Penetapan Lokasi (Penlok) oleh pemerintah pusat, kesiapan lahan mulai ramai diperbincangkan.

Bahkan, Senin (29/10), enam Prajuru (Pengurus-red) Desa Adat Kubutambahan secara khusus diundang oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS). Pertemuan ini membicarakan proyek bandara memanfaatkan tanah milik desa adat setempat.

Selain prajuru desa adat, pertemuan tertutup di lobi kantor Bupati itu juga diikuti oleh perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja, Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR), dan Bagian Hukum Sekkab Buleleng. Pertemuan dipimpin Bupati Putu Agus Suradnyana bersama Wakil Bupati dr. Nyoman Sutjidra, Sp.O.G.

Kelian Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea usai pertemuan mengatakan, kkehadirannya ke kantor Bupati atas undangan yang pertama kali sejak ada wacana pemerintah pusat membangun proyek bandara di wilayahnya. Setelah mengikuti pertemuan itu, disebutkan bahwa lahan milik desa adat masuk jalur proyek. Hanya saja, informasi detail berapa luasan yang akan dibebaskan, pihaknya belum mendapat informasi pasti.

Baca juga:  Bisnis Camilan Kekinian, Gung Tri Raup hingga Puluhan Juta

Setelah mendapat penjelasan itu, dia menyampaikan bahwa desa adat sendiri tercatat memiliki tanah seluas 370 hektar. Tanah itu berada di Dusun Kaja Kangin di mana hamparan tanah itu tergolong tanah tadah tanah hujan. Karena kondisi itu, tanah tersebut disewakan kepada pihak ketiga. Pengelolaan tanah oleh pihak ketiga itu berdasarkan izin Hak Guna Bangunan (HGB). Selain itu, tanah itu ada yang sudah bersertifikat hak milik (SHM).  “Pertamakali kita diminta hadir membicarakan masalah bandara. Walau penlok belum ada, ada kabar kalau  tanah milik desa adat digunakan. Pada intinya bahwa tanah itu akan digantirugi oleh pemerintah,” jelasnya.

Baca juga:  Polantas Razia Pengendara di Bawah Umur

Menurut mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Buleleng ini, sebelum memasuki proses pembebasan tanah, dia mengusulkan agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar melakukan sosialisasi melibatkan semua komponen masyarakat Desa Kubutambahan. Ini karena sejak muncul wacana proyek ini, warga belum mendapatkan informasi yang bisa dipertangungjawabkan terkait proyek bandara. Kalau sosialisasi sudah dilakukan, dan lokasinya ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah membahas terkait masalah pembebasan lahan. “Pada intinya kami mendukung dibangunnya bandara oleh pemerintah. Tapi semua komponen warga belum mendapat informasi pasti, sehingga tadi kami usulkan harus ada sosialsiasi atau studi komparasi bersama smeua warga kami. Kalau ini sudah dilakukan dan lahan dipastikan, maka siapa yang membangun bandara itu harus membicarakan masalah gantirugi lahan,” jelasnya.

Baca juga:  Persentase Pasien COVID-19 yang Dirawat di Bawah 50 Persen

Sementara itu, Bupati Putu Agus Suradnyana mengatakan, pertemuan bersama prajuru desa adat itu langkah awal sebelum pemerintah akan menggelar sosilisasi terkait pembangunan bandara di Kubutambahan. Sosialsiasi ini penting untuk mendapatkan aspirasi dan mencari dukungan semua warga terhadap rencana pemerintah pusat membangun bandara di Bali Utara. “Memang benar kita yang mengundang untuk berdiskusi dan setelah ini ada sosialisasi lagi. Kita mencari masukan dan dukungan warga termasuk masalah lahan yang disesuaikan dengan izin penlok yang diterbitkan pemerintah pusat akan dibahas kembali oleh tim,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *