JAKARTA, BALIPOST.com- Presiden Joko Widodo diagendakan akan ke Bali Selasa (26/9/2017) untuk mengunjungi para pengungsi erupsi Gunung Agung, Karangasem, Bali. Rencana kunjungan Kepala Negara ke Bali diungkapkan Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho di kantornya Graha BNPB, Jakarta, Senin (25/9).

“Rencananya Bapak Presiden berkunjung ke Bali dan akan mengunjungi beberapa titik pengungsian,” kata Sutopo dalam keterangan persnya terkait perkembangan erupsi Gunung Agung.

Rencananya Presiden akan mulai kunjungan ke Karangasem menuju ke Posko Utama Pengungsian di Tanah Ampo. Diperkirakan Jokowi akan tiba pukul 15.30 Wita di lokasi tersebut untuk berkoordinasi. Kemudian menuju ke lokasi pengungsian di Ulakan, Posko Pengungsian Pasar Manggis, dan GOR Swecapura di Klungkung.

Dari data yang berhasil dikumpulkan BNPB, jumlah pengungsi mencapai 48.540 jiwa yang tersebar di 301 titik pengungsian di Kabupaten/Kota. Jumlah itu, diyakininya masih akan terus bertambah karena up date data yang dilakukan BNPN dilakukan tiap 6 jam sekali.

Dari perkiraan lembaganya, terdapat sekitar 62.000 penduduk yang tinggal di radius berbahaya. Semua penduduk di wilayah radoius berbahaya harus mengungsi. Begitu juga dengan hewan ternak. “Objek wisata Pura Besakih yang terletak dalam radius berbahaya ditutup,” ujarnya.

Baca juga:  Sedang Tidur di Vila, Pasangan Bule Meninggal Tertimbun Material Longsor di Jatiluwih

Hingga saat ini, masih ada sebagian masyarakat yang belum mau mengungsi karena bermacam alasan. “Ada yang beralasan gunungnya belum meletus, karena menyangkut ternaknya. Kemudian masalah kepecayaan keagamaan,” katanya.

Kendati demikian, secara umum Sutopo mengaku mengapresiasi kemandirian masyarakat di Bali. Saat status erupsi dinyatakan di level III atau siaga, ribuan pengungsi berduyun-duyun secara sukarela mengungsi.

Rasa gotong royong, rasa kebersamaan di antara penduduk sangat tinggi. Karena pngungsi yang dari atas lereng gunung langsung diterima penduduk di bawah lereng dengan menyediakan ruangan, disediakan makanan, disediakan tempat ternak, bahkan disediakan handphone untuk komunikasi dengan kerabatnya. “Ini hampir mirip di Jepang ketika saya berkunjung langsung ke sana. Sebanyak 80 persen penduduk mencukupi dirinya sendiri dan keluarga dalam tempo selama tiga hari. Ini sangat penting dan membantu pemerintah. Karena bantuan pemerintah pasti datang tapi memerlukan waktu untuk ke tempat tujuan,” katanya.

Baca juga:  Dua Hari Berturut, Bali Laporkan Pasien Sembuh Baru Lampaui Tambahan Kasus COVID-19

Menurutnya, ada kearifan lokal masyarakat setempat dengan sebutan ‘Menyama Braya’. Yaitu konsep ideal dalam memaknai hidup bermasyarakat sebagai filosofi dari karma marga yang bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat untuk dapat hidup rukun. “Masyarakat di Bali memaknai letusan Gunung Agung bahwa sedang punya gawe. Jadi saat meletus mereka menyingkir sesaat, namun setelah reda mereka kembali lagi, untuk menikmati material gunung yang keluar yang akan menyuburkan lahan pertanian,” kata Sutopo.

Baca juga:  Enam Sekolah di Buleleng Terdampak Banjir Bandang

Mengenai adanya pengungsi yang meninggal dunia, Sutopo mengaku pihaknya belum memperoleh konfirmasi. Soal pengungsi yang meninggal dunia, dia meminta semua pihak tidak langsung mengaitkannya karena dampak dari erupsi Gunung Agung. “Karena biasanya yang didata oleh BNPB adalah pengungsi yang terkena dampak langsung bencana. Tapi kalau karena sakit kami tidak memasukannya. Sebab, bisa saja pengungsi yang datang awalnya karena memang sudah mengalami sakit, atau karena kecelakaan lalu lintas. Itu tidak dimasukkan dalam data base kami,” ujarnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *