formulir
Ilustrasi. (BP/dok)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Pada 27 September 2017 11 desa di Buleleng menggulirkan Pemilihan Perbekel (Pilkel) serentak gelombang dua. Menjelang pencoblosan, sejumlah warga belakangan mengeluh karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Warga ini terancam tidak bisa menyalurkan hak suaranya untuk memilih pemimpin di desa mereka. Dari 11 desa yang menggulirkan pilkel serentak tercatat 40 calon akan bersaing merebut suara dari jumlah pemilih sesuai DPT 53.979 pemilih.

Calon terbanyak maksimal lima orang terdapat di Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula (Kecamatan Tejakula), Desa Tukadmungga (Kecamatan Buleleng), Desa Musi dan Desa Banyupoh (Kecamatan Gerogak). Sedangkan calon minimal dua orang masing-masing terdapat di Desa Pangkung Paruk dan Tukadsumaga (Kecamatan Gerogak).

Baca juga:  Lokasi Ini yang Disasar KPU untuk "Jemput Pemilih"

Sisanya, Desa Sepang Kelod (Kecamatan Busungbiu) diikuti tiga calon, Desa Dencarik, (Kecamatan Banjar) empat calon Desa Sidatapa (Kecamatan Banjar) tiga calon, Desa Sangsit (Kecamatan Sawan) tiga calon, dan Desa Sembiran (Kecamatan Tejakula) tiga calon. Sedangkan jumlah pemilih terbanyak di Desa Bondalem dengan 11.226 pemilih, dan pemilih paling sedikit ada di Desa Sepang Kelod yakni 2.357 pemilih.

Salah seorang tokoh masyarakat yang juga mantan Perbekel Desa Bondalem Gede Ngurah Sadu Adnyana mengatakan, di desanya jumlah pemilih tercecer cukup banyak. Diperkirakan ada belasan orang yang memiliki KTP, namun tidak tercatat dalam DPT. Atas temuan ini, dia mengaku sudah sempat mempertanyakan hal itu kepada panitia pilkel di desa.

Akan tetapi, panitia desa tidak bisa berbuat karena DPT sudah menjadi keputusan panitia pilkel di kabupaten. “Katanya sudah keputusan panitia di kabupaten dan kami khawatir ini akan merusak hak pilih mereka dan melanggar hak asasi warga,” katanya.

Baca juga:  Belajar Bicara dengan Data

Pendapat senada diungkapkan Ngurah Sugiarta. Mantan anggota DPRD Buleleng periode 2004-2009 ini juga heran karena pemilik KTP tidak tercatat dalam DPT. Jika data warga diambilkan dari desa, dipastikan seluruh warga pemilik KTP akan tercatat dalam DPT. “Kalau data dari desa saya nyakin semua warga yang ber KTP pasti masuk dalam DPT, tapi ini kok beda sudah ber KTP tapi di DPT tidak ada,” jelasnya.

Di tempat terpisah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Gede Sandhiyasa mengatakan masalah DPT diatur Perda No. 3 Tahun 2015 tentang Pilkel. Dalam Perda tersebut diatur yang boleh memilih adalah warga yang tercatat dalam DPT.

Baca juga:  Hari Ini, Bali Kembali Nihil Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Terkait data pemilih Sandhiyasa menyebut data diambil dari data pemilu sebelumnya, seperti Pilkada Buleleng 2017. Data tersebut kemudian dijadikan daftar pemilih sementara (DPS). Sebelum dijadikan menjadi DPT panitia sudah memberikan warga mengecek dan mendaftarkan lagi jika belum terdaftar. “Karena sudah tengang waktu untuk melaporkan diri kalau tidak terdaftar sudah habis, jadi tidak bisa sekarang ditambahkan. Kalau nanti ini diakomodir berdampak dengan logistik seperti surat suara. Kami memang punya surat suara cadangan tapi itu mengantisipasi surat suara rusak,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *