Kegiatan uji petik pemutakhiran data pemilih di Desa Subamia, Tabanan beberapa waktu lalu.(BP/istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Fenomena pemilih “hantu” (orang sudah meninggal) kembali mencuat dalam proses pemutakhiran data pemilih di Kabupaten Tabanan. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkap adanya warga yang telah meninggal, namun masih terdaftar aktif sebagai pemilih, serta sejumlah kasus ketidaksesuaian data lain yang berulang dari pemilu ke pemilu.

Anggota Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, mengungkap temuan tersebut saat melakukan uji petik pemutakhiran data pemilih di Desa Subamia, Senin (17/11). Didampingi Ketua Bawaslu Tabanan, I Ketut Narta, dan anggota Ni Putu Ayu Winariati, ia menyebut salah satu kasus melibatkan warga bernama NWM yang telah meninggal dunia, namun masih tercatat aktif dalam sistem cekdptonline KPU.

Baca juga:  Kasus COVID-19 dari Kluster PTM Muncul Lagi, Sekolah Diminta Perketat Prokes

Temuan lain juga terjadi pada warga disabilitas tuna netra, NWK, yang pada Pemilu 2024 tidak dapat menggunakan hak pilih karena tidak difasilitasi oleh petugas. Namun, yang bersangkutan justru tercatat menggunakan hak pilih pada Pilkada 2024.

“Fenomena seperti ini terus muncul saat proses pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB). Dari pemilu ke pemilu, pola temuan yang sama kembali kami dapati,” ujar Ariyani, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Bali, Kamis (20/11).

Ariyani menjelaskan, persoalan data pemilih yang tidak sinkron terkait erat dengan mekanisme administrasi kependudukan. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 13 KPU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan, PDPB merupakan proses memperbarui data pemilih berdasarkan DPT terakhir yang telah disinkronkan dengan data kependudukan nasional.

Baca juga:  Pilgub Bali, Partisipasi Pemilih di Tabanan Capai 82,5 Persen

Namun, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa pencoretan data orang meninggal baru dapat dilakukan jika keluarga melaporkan kematian tersebut secara berjenjang kepada kepala wilayah, desa/kelurahan, hingga kecamatan dalam kurun waktu 30 hari. Berdasarkan laporan itu barulah Dukcapil menerbitkan Akta Kematian dan melakukan pencoretan data.

“Jika laporan tidak masuk, maka Dukcapil tidak bisa menghapus data yang bersangkutan. Masalahnya, dalam praktik di lapangan, meskipun data kependudukan telah diperbarui, nama-nama warga yang sudah meninggal kembali muncul saat dilakukan uji petik. Itulah persoalan yang terus muncul dalam pendataan daftar pemilih,” tegas Ariyani.

Baca juga:  ”Groundbreaking” LRT Bali di Awal 2024 Dinilai ”Kesusu”

Bawaslu juga telah melaporkan temuan serupa dalam proses uji petik pencocokan dan penelitian (coklit). Keberadaan pemilih yang sudah meninggal atau tidak memenuhi syarat namun masih terdaftar aktif menjadi catatan penting dalam persiapan pemilu mendatang.“Keberadaan pemilih ‘hantu’ tidak boleh dianggap enteng. Ini menjadi catatan krusial untuk memastikan keakuratan daftar pemilih pada pemilu akan datang,” tutup Ariyani. (Dewi Puspawati/balipost)

 

BAGIKAN