Dewa Bagus Putu Sandra dan Ni Luh Jasi. (BP/kmb)
NEGARA, BALIPOST.com – Di balik gegap gempita peringatan HUT RI di Jembrana, ada yang diabaikan. Yaitu pasangan suami istri Dewa Bagus Putu Sandra (100) dan Ni Luh Jasi (90) yang tinggal di Banjar Taman, Desa Batuagung, Jembrana.

Kedua lansia ini merupakan saksi sejarah saat zaman penjajahan Belanda. Ditemui di rumahnya, Kamis (17/8), Dewa Bagus Putu Sandra mengatakan saat itu dia masih usia muda dan belum menikah. Dia lebih banyak bertugas sebagai kurir pembawa makanan dari Batuagung ke wilayah Gelar/Palungan Batu, lokasi pasukan memasang tenda.

Baca juga:  Guna Kakihara Ditarget Lolos ke PON 2020

Dewa setiap hari harus menerobos hutan dan semak-semak agar kebutuhan makanan para pasukan Markadi itu bertahan dalam perjuangan. “Saat itu banyak pasukan ke wilayah Marga termasuk Lettu Dwinda dan yang ke Marga semua meninggal dan yang tetap di Gelar semuanya hidup,” kata Dewa sambil berusaha mengingat.

Saat di Gelar, beberapa kali Belanda pernah memuntahkan bom dan ada beberapa rumah hancur kena bom, termasuk rumah orang tua istrinya. Nenek Jasi yang sudah mulai lupa mengaku saat serangan mereka sekeluarga sembunyi di balik batu-batu besar di sungai Gelar. “Ayah saya namanya Guru Gede Loka. Rumah hancur karena di bom. Kami semua selamat karena sembunyi di balik batu besar,” jelas Jasi.

Baca juga:  Sisa 1 Kabupaten, Capaian Vaksinasi ”Booster” di Bali Sudah Lampaui 30 Persen

Adanya dua saksi sejarah yang masih hidup dan tercecer karena tidak masuk dalam daftar veteran membuat Mantan Bupati Jembrana Ida Bagus Indugosa prihatin. Pihaknya ingin kedua lansia ini diperjuangkan agar diakui sebagai veteran. “Kita harus menghormati para pejuang dan veteran,” harapnya.

Bupati Jembrana Putu Artha juga berharap Nenek Ni Luh Jasi juga dimasukkan dalam daftar veteran. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *