Ilustrasi perempuan berhijab. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setiap tanggal 4 September, dunia memperingati Hari Solidaritas Hijab Internasional (HSHI).

Di Indonesia, Hari Solidaritas Hijab Internasional diperingati dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menunjukkan solidaritas terhadap muslimah di negara-negara lain yang masih menghadapi diskriminasi.

Muslimah di Indonesia biasanya merayakan hari ini dengan aksi damai, yang juga digunakan sebagai momentum untuk mengajak lebih banyak perempuan Muslim mengenakan hijab.

Perayaan ini menjadi pengingat bagi banyak orang di seluruh dunia tentang pentingnya menghormati pilihan seseorang untuk mengenakan simbol-simbol keagamaan, termasuk hijab.

Gagasan untuk memperingati hari ini muncul sebagai respons terhadap berbagai tindakan diskriminatif yang dialami oleh perempuan Muslim di beberapa negara, khususnya negara Barat yang melarang warganya mengenakan hijab.

Dikutip dari berbagai sumber, sejarah Hari Solidaritas Hijab Internasional atau International Hijab Solidarity Day berawal dari aksi protes yang dilakukan masyarakat London karena banyaknya kasus pelarangan pemakaian hijab.

Baca juga:  Berbahaya, Hutan di Bali Dibuka untuk Agrowisata

Pemerintah Inggris awalnya mengeluarkan larangan bagi mahasiswi London yang mengenakan pakaian atau sesuatu yang berhubungan dengan simbol keagamaan, termasuk hijab. Larangan seperti ini juga terjadi di Prancis.

Di mana pemerintah melarang anak perempuan mengenakan hijab di sekolah maupun perkuliahan. Selain London dan Prancis, Turki juga menjadi salah satu negara yang mengeluarkan aturan perempuan yang memakai hijab tak bisa mendapatkan perawatan medis.

Peraturan yang lebih parah di Tunisia, wanita yang berani mengenakan hijab di tempat umum akan dipenjara dan disiksa. Hal seperti inilah yang membuat mayoritas masyarakat geram dan melakukan aksi protes untuk menentang kebijakan tersebut.

Selanjutnya, pemerintah memutuskan menyelenggarakan Konferensi London pada 4 September 2004, yang dibuka Wali Kota London Ken Livingstone. Hadir 300 delegasi yang mewakili 102 organisasi-organisasi Inggris dan internasional. Turut hadir tokoh cendekiawan Muslim Sheikh Yusuf Al-Qadarawi dan Profesor Tariq Ramadan.

Baca juga:  Pecalang Garda Terdepan Deteksi Dini Penyalahgunaan Narkoba

Hasil konferensi ini menghasilkan Assembly for the Protection of Hijab atau Majelis Perlindungan Jilbab, dan akhirnya wanita diizinkan memakai hijab di tempat umum.

Latar Belakang HSHI

Namun, penetapan saat konferensi di London itu bukan lah awal dari dilaksanakannya HSHI. Latar belakang kisah tragis hilangnya nyawa Marwa El-Sherbini yang menjadi pemicu dari perayaan ini. Siapa El-Sherbini?

Melansir dari The Guardian, Marwa El-Sherbini merupakan seorang apoteker di Jerman yang mengalami pelecehan dari seorang pria Jerman keturunan Rusia bernama Alex W.

Kala itu, Alex menghinanya karena mengenakan hijab. Ia kemudian mengajukan tuntutan terhadap pria tersebut. Namun, Marwa justru meregang nyawa ketika menghadiri sidang di pengadilan.

Alex yang ditetapkan sebagai terdakwa menyerang Marwa dengan menusukkan pisau sebanyak 18 kali pada 1 Juni 2009. Padahal, saat itu Marwa sedang dalam keadaan hamil.

Baca juga:  Kemacetan di Bali Tak Kunjung Ada Solusi, Transportasi Publik Alami "Stunting"

Sang suami, Elvi Ali Okaz lari untuk menyelamatkan Marwa. Namun ia justru terkena tembakan peluru polisi yang mengiranya sebagai penyerang. Sementara itu, putra mereka Mustafa yang masih berusia 3 tahun harus melihat sang Bunda jatuh bersimbah darah di lantai ruang sidang.

Insiden tersebut menjadi awal mula gerakan HSHI. Banyak demonstran yang turun ke jalan untuk memprotes meningkatnya kasus Islamofobia di negara-negara Barat.

Untuk mengenang Marwa El-Sherbini, Federasi Organisasi Islam Eropa memperingati Hari Solidaritas Hijab Internasional pertama pada 2009, disusul oleh Lingkaran Islam Amerika Utara yang memperingatinya pada 2010.

Federasi Organisasi Islam Eropa memperingati Hari Solidaritas Hijab Internasional pertama kali pada tahun 2009 untuk mengenang Marwa. Setahun kemudian, Lingkaran Islam Amerika Utara ikut merayakan hari tersebut, yang kemudian diakui secara internasional. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN