biaya
Kadek Raditya yang terus menangis saat di gendong ibunya, ketika ditemui di gubuk sederhana di Banjar Sadimara, Desa Ababi, Abang. (BP/gik)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Hidup Kadek Raditya Saputra, tak seberuntung bocah lainnya. Bocah asal Banjar Sadimara, Desa Ababi, Kecamatan Abang ini harus menahan rasa sakit di bagian ususnya, lantaran penyakit yang dideritanya sejak lahir. Kini, sistem pencernaan bocah berumur 2,5 tahun ini semakin tertanggu, sehingga harus segera kembali ke meja operasi rumah sakit. Tetapi, lahir di keluarga yang miskin, membuat kedua orangtuanya kesulitan biaya untuk segera bisa menjalani operasi.

Raditya, anak kedua dari pasangan suami istri Ketut Sudana dan Putu Yuni Astuti ini terus menangis menahan rasa sakit di dalam perutnya. Gara-gara kesulitan biaya operasi, kedua orangtuanya hanya bisa melakukan penanganan sementara, dengan memasukan sebuah selang ke dubur Raditya. Kemudian, dari selang itu, feses Raditya disedot langsung oleh ibunya. Selangnya masuk sedalam 40 centi meter, sebelum fesesnya bisa disedot melalui alat itu. “Tiap dimasukan alat ini, dia pasti nangis. Katanya sangat sakit,” kata ibu Raditya, Yuni Astuti, Jumat (11/8), saat ditemui digubuk sederhana di tengah tegalan, tempat keluarganya menumpang sementara, karena belum punya rumah.

Kondisi seperti ini sudah dialami sejak lahir. Saat itu, bidan tempat Raditya lahir sudah menyatakan kalau Raditya mengidap penyakit espro, salah satu penyakit gangguan pencernaan. Penyakit ini mengharuskan usus Raditya harus segera dipotong, kemudian disambung lagi agar sistem pencernaannya normal lagi. Sehingga Raditya harus segera menjalani operasi. Dengan segala keterbatasan kedua orangtuanya, operasi pertama Raditya sebenarnya berjalan lancar, Agustus 2015 lalu di RSUP Sanglah, berkat bantuan salah satu yayasan.

Tetapi, dampaknya bagi Raditya, buang air besarnya menjadi tertanggu. Sehingga sejak saat itulah, ibunya hanya bisa menggunakan selang khusus yang dimasukan melalui dubur, agar fesesnya bisa dikeluarkan dengan cara disedot dengan mulut. “Sampai sekarang kalau berak, disedot. Selangnya masuk lewat anus. Belakangan ini dia terus menangis. Saat kami bawa ke Sanglah untuk kontrol, disarankan agar dioperasi kembali, untuk menyambung ususnya secara permanen agar tidak memakai selang lagi. Tapi, kami kesulitan biaya,” kata sang ayah Ketut Sudana, yang sehari-hari hanya bekerja menjadi buruh bangunan.

Kehidupan keluarga kecil ini memang memprihatinkan. Keluarga kecil ini belum punya rumah. Sejak menikah empat tahun lalu, dia hanya hidup menumpang. Dia mengaku ada sedikit lahan milik sendiri di tengah tegalan, tapi tak pernah tersentuh bantuan bedah rumah pemerintah daerah. Sudana merupakan anak ke delapan dari 12 bersaudara.

Kedua orangtuanya, yakni Made Kerti dan Sutri juga hanya membuat gubuk sederhana di atas lahan milik warga lainnya alias nyakap. Kedua orangtua Sudana juga tidak bisa berbuat banyak melihat kondisi cucunya seperti sekarang, karena juga hanya bekerja sebagai petani penggarap dan sesekali menjadi buruh bangunan. Karena keterbatasan ini pula, seharusnya Kadek Raditya punya seorang kakak. Tetapi, anak pertama Sudana dan Yuni Astuti, meninggal di dalam kandungan saat kandungan sudah berumur enam bulan.

Saat ini, keluarga miskin di Banjar Sadimara ini berharap Kadek Raditya tidak bernasib sama dengan kakaknya. Sudana berharap ada pihak-pihak tertentu yang bisa membantu operasi anaknya, agar bisa segera dioperasi untuk menyambungkan ususnya anaknya secara permanen. Jika tidak segera dilakukan, dia mengaku khawatir bila kondisi kesehatan anaknya semakin buruk dan kemungkinan terburuk, bisa menyusul kakaknya yang lebih dulu meninggal. Terlebih setiap hari Raditya harus menahan rasa sakit saat selang sepanjang 40 cm, masuk perutnya melalui lubang anus. (bagiarta/balipost)

 

Baca juga:  Rasio Tempat Tidur RS di Tabanan Ideal, Pasien Tetap Numplek di BRSU
BAGIKAN

2 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *