tipikor
Wahyudi Matondang alias Dodi, yang merupakan terdakwa ke 4 diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar. Jaksa dalam dakwaanya menyebut terdakwa merugikan keuangan negara Rp 2,2 miliar. (BP/asa)
DENPASAR, BALIPOST.com – Krimsus Polda Bali sudah merampungkan penyidikan kasus dugaan mark up pengadaan lahan untuk Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (PB3TKI) Denpasar, yang pagu anggarannya miliaran rupiah. Terdakwa ke lima yang akhirnya disidangkan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (5/7).

Adalah Wahyudi Matondang alias Dodi. Terdakwa ini tidak termasuk dalam kelompok panitia pengadaan, namun disebut-sebut orang dekat orang pusat yang sempat menjadi staff khusus BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia).

Bahkan dalam sidang sebagai saksi untuk terdakwa lainnya yang sudah di vonis, terdakwa Dodi mengaku sebagai staf khusus dan utusan dari pusat, sehingga ikut terlibat dalam pengadaan proyek senilai Rp 4,5 milyar yang dinaikkan harganya menjadi Rp 6,7 milyar. Dodi dalam sidang dengan terdakwa lain, beberapa kali membantah menerima dana milyaran. Namun saksi lain menuding bahwa Dodi menerima uang yang diserahkan di hotel.

Sebelum Dodi di sidang, tiga terdakwa di Pengadilan Tipikor Denpasar, sudah di vonis bersalah. Mereka adalah I Wayan Pageh selaku Kepala BP3TKI Denpasar sekaligus KPA divonis 5,5 tahun penjara, Prio Adhi Santoso divonis 6 tahun selaku ketua, dan I Nyoman Gede Paramartha selaku pemilik lahan di vonis setahun. Sedangkan Trusty meninggal dunia sebelum sidang selesai.

Baca juga:  Pengemplang Pajak, Dituntut Tiga Tahun Penjara

Sementara dalam dakwaan JPU Gusti Ayu Rai Artini bersama Oka Ariani yang dibacakan di depan majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila dengan hakim anggota Sutrisno dan Miftahul di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu siang dijelaskan bahwa Dodi hanya disebut orang Jakarta.

Dijelaskan bahwa 2013 lalu, terdakwa Dodi bersama Nyoman Paramartha, Priyo Adhi Santoso dan Wayan Pageh, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara hingga Rp 2,2 miliar.

Kasus tersebut berawal dari tersedianya anggaran pengadaan tanah BP3TKI Denasar TA. 2013 sebesar Rp 7,5 miliar, dengan volume tanah 400M2.  Atas dasar itu dibuatlah panitia. Tim survey tanah kemudian mencari lokasi dan ditemukan tiga alternatif. Pageh kemudian meminta Priyo selaku PPK dan Trusty selaku ketua panitia pengadaan mencari lokasi dan menemukan lokasi yang cocok di Jalan Danau Tempe, Sanur.

Baca juga:  Uang Celengan OPD Klungkung Dialokasikan Bedah Tiga Rumah

Temuan itu dilaporkan ke Pageh, dan akhirnya mereka kumpul dan menemui miliknya,  I Nyoman Gede Paramartha. Setelah rembug, pemilik tanah mengatakan harganya Rp 4,5 miliar net.

Panitia kemudian bertemu di Warung Tekko, termasuk dihadiri terdakwa Dodi. Dodi yang diperkenalkan mengaku orang dari Jakarta kemudian membicarakan masalah harga. Masih menurut jaksa, pemilik tanah menyampaikan harga tanahnya Rp 4,5 miliar. Namun oleh Dodi harga tanah itu dinaikkan Rp 6,7 miliar. Saksi Trusty kemudian membuat dokumen pengadaan secara formalitas. Dan Pageh membuat surat penetapan penyediaan barang dan jasa dan dilakukan transaksi di Notaris Putu Chandra.

Setelah itu keluarlah surat perintah membayar (SP2D), dan uang Rp 6,7 miliar dibayar dengan cara ditransfer ke rekening BNI 46 milik  I Nyoman Gede Paramartha. Setelah dibayar, dibuatkan akte jual beli, dengan harga Rp 6,7 miliar. Namun atas pembayaran itu, pemilik tanah Paramartha, mengakui hanya menerima Rp 4,5 miliar sebagaimana harga yang disampaikan sebelumnya.

JPU menambahkan, sisanya Rp 2,2 miliar ditarik tunai atas permintaan KPA (Pageh) dan PPK (Priyo Adi). Rinciannya, 22 November 2013 Priyo dan Trusty menarik Rp 750 juta diserahkan ke terdakwa Dodi. 25 November kembali ditarik dan diserahkan ke Dodi sebesar Rp 750 juta. 28 November ditarik Rp 450 juta, digunakan Priyo dan Trsuty untuk operasional pengurusan transaksi tanah. Rp 70 juta diambil Priyo dan diserahkan ke Trusty untuk operasional, Rp 30 juta untuk apraisal tanah dan Rp 40 juta disimpan.

Baca juga:  Hampir Dua Pekan Terus Bertambah, Segini Jumlah Pasien Positif COVID-19 di Bali

Kemudian 5 Desember Paramartha menarik uang Rp 165 juta untuk pembayaran pajak PPH. Sehingga sisa saldo tersisa Rp 85 juta. 16 Januari, Paramartha diminta Priyo menyerahkan uang Rp 200 juta, kepada Wayan Pageh, yang selanjutnya disetorkan dua kali yakni Rp 73 juta dan R 127 juta.

Atas berbagai kronologis yang disampaikan jaksa, Wahyudi Matondang alias Dodi, bersama Paramartha, Priyo dan Pageh (dalam penuntutan terpisah), telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomi negara Rp 2,2 miliar. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *