DENPASAR, BALIPOST.com – Malam ini, pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-39 akan digelar di Art Center. Pembukaan kali ini akan dimeriahkan penampilan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

ISI Denpasar akan mempersembahkan Drama Teater Musikal Ghunirta Murti “Krisna Dwipayana” yang diperankan oleh mahasiswa/mahasiswi ISI Denpasar. Tarian ini akan dipadukan dengan gong gede semar pegulingan dan musik barat.

Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum., mengatakan tarian ini menghadirkan sendratari baru dari garapan-garapan kolosal sebelumnya. Pada tahun 1980 saat awal PKB, yang terkenal adalah sendratari dengan berbagai cerita. Kemudian di tahun 1990, ISI Denpasar menampilkan oratorium yang merupakan kesenian perpaduan tarian, musik dan narasi. “Oratorium ini, memudahkan penonton yang tidak mengerti bahasa Jawa Kuno (Kawi). Setiap tahun kami terus berinovasi,” ungkap Prof. Sugiartha.

Baca juga:  Antisipasi Duktang Tanpa Identitas, Disdukcapil Jaring di Pelabuhan Benoa

Sinopsis dari drama kolosal ini menceritakan tentang sebuah kerajaan yang amat makmur bernama Wirata, yaitu sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja bergelar Maha Raja Basuparicara. Di kala masa kejayaan Basuparicara, seorang prajurit datang secara tiba-tiba dengan membawa sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Kabarnya bayi tersebut merupakan anak dari Dewi Andrika, bidadari kayangan yang dikutuk menjadi seekor ikan. Karena telah menjelma kembali menjadi bidadari, Dewi Andrika menitipkan sepasang anaknya kepada Basuparicara.

Baca juga:  Partisipasi di Pawai PKB ke-44, ISI Denpasar Tampilkan Garapan Baru

Namun, Sang Raja Basuparicara hanya mau merawat bayi laki-laki dari Dewi Andika karena bayi perempuan yang dibawa prajurit tersebut mengeluarkan bau busuk dari sekujur tubuhnya. Akhirnya Basuparicara mengutus maha patih untuk membawa bayi perempuan tersebut ke wilayah Sungai Yamuna. Bayi ini kemudian dititipkan kepada seorang nelayan bernama Dasabala.

Singkat cerita, bayi perempuan itu tumbuh besar dan diberi nama Setyawati, karena bau busuk yang keluar dari badannya itu. Masyarakat di wilayah Sungai Yamuna mengenalnya dengan nama Dhurgandhini.

Baca juga:  Mendagri dan Menpar Hadir dalam Pawai PKB

Kesedihan hati Dhurgandhini membuat Sang Petapa bernama Parasara merasa iba. Akhirnya dengan kekuatan yang diperoleh dari Hyang Maha Kuasa, sang Parasara akhirnya menyembuhkan Dhurgandini menggunakan kesucian air Sungai Yamuna yang telah dimantrai olehnya.

Dhurgandhini yang kini berubah menjadi wanita yang amat cantik membuat Parasara jatuh cinta. Di sanalah percintaan Dhurgandhini dan Parasara terjadi hingga akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki bertubuh gelap yang diberi nama Abiyasa, yang kerap dikenal dengan nama Krisna Dwipayana. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *