
DENPASAR, BALIPOST.com – Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Bali terus berupaya memberantas peredaran narkoba. Menjelang akhir tahun 2025, Ditresnarkoba memusnahkan barang bukti senilai Rp4.014.020.000, Kamis (18/12). Pemusnahan tersebut merupakan hasil pengungkapan tujuh kasus sepanjang Oktober hingga November 2025.
Direktur Resnarkoba Polda Bali, Kombes Pol. Radiant yang membacakan sambutan Kapolda Bali Irjen Pol. Daniel Adityajaya, menyampaikan bahwa pemusnahan barang bukti merupakan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu, menjadi bagian dari langkah preventif dan represif Polri dalam menekan peredaran gelap narkoba, khususnya menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru).
Masih maraknya peredaran barang terlarang tersebut karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap bahaya narkotika. “Tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga mengancam masa depan generasi dan kelangsungan hidup bangsa,” tegas Kombes Radiant.
Dalam kegiatan tersebut, dimusnahkan barang bukti sabu-sabu (SS) atau metamfetamin sebanyak 2.077,59 gram, ekstasi 1.345 butir, tetrahydrocannabinol (THC) 338,61 gram, ganja 161 gram, dan hasis 2,08 gram. Jika diuangkan, nilainya mencapai Rp4.014.020.000 dan Polda Bali berhasil menyelamatkan sekitar 900 jiwa dari ancaman narkotika. Pemusnahan dilakukan dengan cara diblender dan dibakar.
Menurut Radiant, pemusnahan dilakukan secara rutin dan terprogram setiap tahun. Disamping menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif, langkah ini bertujuan menghindari resiko hilangnya, berubah atau berkurangnya barang bukti narkoba.
“Barang bukti tersebut berasal dari tujuh laporan polisi dengan tujuh tersangka. Dipastikan seluruhnya merupakan warga negara Indonesia. Tidak ada WNA dalam perkara yang dimusnahkan hari ini,” ujarnya.
Radiant mengungkapkan, sebagian besar narkotika yang beredar di Bali disinyalir diselundupkan dari luar negeri. Jalur masuknya beragam, mulai dari laut hingga udara. Ada yang masuk lewat jalur laut seperti Nusa Penida, Celukan Bawang, dan penyeberangan Gilimanuk. Sedangkan jalur udara, pihaknya bekerja sama dengan Bea Cukai di Bandara Ngurah Rai.
Modusnya, para pelaku menggunakan sistem tempel atau ranjau, berkomunikasi melalui HP. Barang diletakkan di lokasi tertentu, difoto, lalu diambil oleh pembeli atau kurir. “Mereka bergerak berdasarkan demand,” ungkapnya.
Menjelang Nataru, Polda Bali meningkatkan pengawasan di wilayah-wilayah rawan peredaran narkoba seperti Kuta, Canggu, Denpasar, hingga Tabanan. Oleh karena itu, upaya antisipasi dilakukan dengan mengerahkan sepertiga personel Ditresnarkoba ke seluruh kabupaten/kota di Bali.
Untuk jenis narkotika yang paling banyak beredar di Bali jelang Nataru ini masih didominasi ekstasi dan SS. Harga SS di pasaran berkisar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per gram. Sedangkan ekstasi tetap menjadi primadona di kalangan pengguna domestik. Peminatnya mayoritas WNI.
“Kalau untuk WNA, kasus yang sering kami temukan biasanya kokain. Namun saat ini trennya sudah menurun karena pengawasan diperketat,” ungkap Radiant.
Radiant mengakui, adanya kenaikan tipis jumlah barang bukti dan tersangka dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk itu, Ditresnarkoba Polda Bali terus mengedepankan langkah preemtif, preventif, dan represif melalui sosialisasi, penyuluhan, hingga penindakan tegas.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif menjauhi narkoba dan melindungi generasi muda. “Jadikan anak-anak dan generasi muda sebagai aset bangsa yang bebas dari penyalahgunaan serta peredaran gelap narkotika. “Ini tanggung jawab kita bersama,” tutupnya. (Kerta Negara/balipost)










