
AMLAPURA, BALIPOST.com – Pelaksanaan upacara Yasa Kerti Bumi Sudha akan dilaksanakan di Pura Pengubengan Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Jumat (19/12).
Upacara ini menindaklanjuti surat edaran dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dalam rangka menyikapi kondisi alam dan perubahan bulan (sasih) yang berpotensi menimbulkan adanya berbagai penyakit, bencana, dan virus.
Bendesa Adat Besakih, Jro Mangku Widiartha, mengungkapkan, berdasarkan surat edaran dari MDA Provinsi Bali, pelaksanaan upacara Yasa Kerti Bumi Sudha akan dilaksanakan di tiga pura, yakni Pura Pengubengan Besakih, Pura Ulun Danu Batur Kintamani, dan Pura Watu Klotok Klungkung. “Untuk upacara Yasa Kerthi Bumi Sudha di Pura Pengubengan Besakih akan dimulai pukul 09.00 WITA. Nantinya selesai upacara umat Hindu nunas tirta Bumi Sudha tersebut,” ucapnya.
Widiartha mengatakan untuk di masing-masing rumah tangga, sarana upacara di sanggah merajan atau kemulan, yakni sesayut pengambyan satu soroh, prascita, durmangala masing-masing satu soroh, banten pengenteg hyang pejati satu soroh, dan sorohan tumpeng pitu satu soroh.
Kemudian, di natar merajan dan natar pelemahan menghaturkan segehan cacah 11 tanding, di pemesu/lebuh (pintu masuk pekarangan), yakni nanceb sanggah cucuk ring tengen pemesu, mepelawa don kayu tulak, munggah banten tumpeng selem adanan, mesate calon, urab bang urab putih, rakania, jaja gina, biyu kayu melablab, tuak asujang, sambat. “Untuk di sanggah cucuk segehan sembilan tanding, meulema jejeroan bawi matah, lebeng, getih atakir, dan sambat,” imbuhnya.
Menurut Jro Widiartha upacara tersebut digelar untuk menyikapi kondisi alam dan perubahan sasih yang berpotensi menimbulkan adanya berbagai penyakit, bencana, dan virus perlu disikapi dengan melakukan pemarisudha sekala dan niskala.
“Upacara Yasa Kerti Bumi Sudha (atau Bhumi Sudha) bermakna memohon keselamatan, kesucian, dan keharmonisan bagi alam Bali beserta isinya (manusia, flora, fauna) dari segala penyakit, wabah, dan musibah, terutama saat peralihan musim (pancaroba), melalui pembersihan sekala (nyata) dan niskala (spiritual) sebagai wujud syukur dan menjaga keseimbangan Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (manusia),” katanya. (Eka Parananda/balipost)










