
DENPASAR, BALIPOST.com – Berbagai cara dilakukan penipu guna mendapatkan keuntungan pribadi. Salah satunya adalah penipuan student visa atau visa pelajar di Australia. Pria yang disebut bisa mengurus visa pelajar itu adalah terdakwa Sugito (44) asal Medan.
Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang diketuai Eni Martiningrum, Selasa (16/12), terdakwa dihukum selama setahun dan 10 bulan.
Sebelumnya, oleh JPU Dewa Anom Rai dari Kejati Bali, terdakwa Sugito dituntut selama dua tahun penjara karena dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama, melanggar pasal 378 KUHP.
Mirisnya, Sugito adalah terpidana kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kupang. Terpidana sedang menjalani tahanan TPPO dengan masa hukuman sembilan tahun penjara.
Bagaimana peristiwa student visa ke Australia ini bisa terbongkar? Dari tuntutan JPU dijelaskan, pada 18 Februari 2022 di Perumahan Taman Wira Gatsu, Denpasar, ada keinginan NLPES bersama enam orang temannya untuk melanjutkan studi di Australia.
Untuk bisa bersekolah di Australia, mereka harus mempunyai visa pelajar. Nah, korban melihat iklan di salah satu media sosial “Vituragency” yang isinya mengatakan, PT Vitur Jaya Utama Brand Vituragency bisa mengurus student visa ke Australia.
Setelah melihat iklan Job Australia pada akun Instagram Vituragency tersebut, saksi menanyakan kebenaran informasi tersebut kepada terdakwa selaku Direktur PT Vitur Jaya Utama Brand Vituragency, termasuk mengecek ke kantor di Jalan Gatsu I Denpasar.
Dalam pertemuan tersebut, saksi bertanya kepada terdakwa mengenai kampus yang digunakan di Australia, tetapi terdakwa tidak mau memberitahukan di mana kampus sebenarnya dengan alasan itu merupakan wewenang dari PT Vitur Jaya Utama Brand Vituragency. Terdakwa hanya menyampaikan kepada saksi korban bahwa ia sanggup mengurus visa sampai lolos dalam jangka waktu paling cepat dua minggu dan paling lama satu bulan.
Jika gagal mengurus visa, pemohon hanya dipotong biaya administrasi pengurusan visa sebesar Rp5.000.000. Terdakwa meyakinkan saksi korban dengan memperlihatkan foto-foto orang yang sudah berhasil lolos visanya.
Dengan rangkaian perkataan bohong dan bujuk rayu, korban bersama beberapa temannya yakin dan percaya terdakwa bisa mengurus visa pelajar. Hingga akhirnya para korban mengirim sejumlah uang dengan nilai Rp280.000.000 melalui M-Banking kepada Sugito.
Uang itu disebut uang muka mengurus student visa tujuh orang dengan nama inisial CAT, RJT, KBB, PAS, IWP, PAI, dan PEB. Pembayaran uang pengurusan visa oleh saksi korban itulah yang disebut jaksa telah menguntungkan terdakwa atau orang lain dengan melawan hukum karena sebenarnya terdakwa tidak memiliki kemampuan untuk mengurus visa tersebut. (Miasa/balipost)










