
DENPASAR, BALIPOST.com – Pembangunan gedung berlantai 4 di Jalan Nangka Utara, Kelurahan Tonja, Denpasar, dihentikan oleh Pemkot Denpasar. Penghentian sementara dilakukan sekaligus dengan pemberian surat peringatan (SP) 3.
Menurut Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kota Denpasar, Gandhi Dananjaya Suarka saat diwawancarai, Rabu (3/12), mengatakan, penghentian proyek yang dilakukan bersama Satpol PP juga dengan memasang spanduk peringatan pelanggaran tata ruang pada bangunan yang akan dijadikan klinik tersebut.
Dijelaskan Gandhi, penghentian pembangunan dan pemasangan spanduk peringatan pelanggaran tata ruang dikarenakan bangunan tersebut belum mengantongi persetujuan bangunan gedung (PBG). Selain itu, proyek tersebut belum memiliki sertifikat layak fungsi (LSF) untuk penambahan luas lantai. “Terdapat juga pelanggaran garis sempadan bangunan (GSB) di sebelah utara dan selatan,” terang Gandhi.
SP3 sudah diberikan kepada klinik yang bersangkutan pada 2 Desember. Penghentian kegiatan sementara dilakukan sampai izin diurus. Selain itu, pemilik bangunan harus membayar denda administratif pelanggaran tata ruang terlebih dahulu.
“Mekanisme yang sudah dilaksanakan adalah kami sudah memberikan SP1, SP2, dan SP3 beserta pemasangan spanduk peringatan dan penghentian sementara kegiatan pembangunan,” paparnya.
Ia menambahkan, bangunan tersebut melanggar Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2021-2041 dan Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 68 Tahun 2023 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif pemanfaatan ruang berupa tidak mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang tercantum dalam muatan rencana tata ruang di klinik tersebut.
Sebelumnya, Dinas PUPR juga menyegel 23 bangunan melanggar di dua kawasan yakni di kawasan Cekomaria, Desa Peguyangan Kangin dan Jalan Tukad Balian, Kelurahan Renon. Bangunan yang kebanyakan merupakan bangunan usaha itu berdiri di atas lahan yang termasuk kategori lahan sawah yang dilindungi (LSD) maupun lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).
Selain itu, tiga bangunan di Jalan Tukad Balian juga dihentikan pengerjaannya karena karena berdiri di lahan LP2B. Gandhi mengatakan, banyak warga beranggapan bahwa status sertifikat hak milik (SHM) memberi kebebasan penuh untuk membangun. Padahal kepemilikan lahan tidak otomatis menghapus ketentuan fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW. Meskipun tanah berstatus SHM, bila termasuk dalam LSD atau LP2B, tetap tidak boleh dibangun untuk fungsi non-pertanian. (Widiastuti/balipost)










