Antusiasme masyarakat membayar pajak kendaraan bermotor di Kantor Samsat Denpasar, Kamis (27/11). (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pajak kendaraan bermotor (PKB) menjadi salah satu penopang pendapatan daerah Provinsi Bali. Pada 2025 ini, PKB ditargetkan Rp1,002 triliun, dan hingga 26 November telah terealisasi Rp958,5 miliar atau 95,6 persen.

Sementara, target Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Tahun 2025 Rp748,07 miliar dan sudah terealisasi Rp713,67 miliar atau 95,4 persen.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali, I Dewa Tagel Wirasa pun optimis target tersebut bisa tercapai hingga akhir tahun 2025. Apalagi, saat ini kebijakan penghapusan denda atau pemutihan bagi para wajib pajak yang belum menunaikan kewajibannya masih diberlakukan hingga akhir tahun.

Diungkapkan, dari 3,3 juta unit kendaraan bermotor yang aktif, 1 juta unit belum membayar pajak. Artinya, tingkat kepatuhan wajib pajak baru mencapai 70 %. Presentase capaian ini terus mengalami penurunan setiap tahunnya.

Baca juga:  Dikemas Bungkus Teh China, Narkoba Senilai Miliaran Rupiah Diamankan

“Data taat wajib pajak tiap tahun menurun, jadi dari 72 persen, 71 persen di tahun-tahun awal sekarang terakhir rata-rata di 67, artinya saya menduga bahwa kebijakan kita itu salah arah,” ujarnya saat ditemui di Kantor Bapenda Bali, Kamis (27/11).

Menurutnya, program pemutihan denda yang diterapkan beberapa tahun belakangan ini menjadi penyebab menurunnya partisipasi wajib pajak. Sebab, sebelum kebijakan ini diterapkan hanya 30 persen wajib pajak yang tidak membayar pajak.

Namun, setelah kebijakan ini diterapkan jumlahnya meningkat. Justru 70 persen yang taat wajib pajak terpengaruh dengan kebijakan ini. Mereka sengaja menunda membayar pajak, menunggu kebijakan pemutihan.

“Data menunjukan hanya 30 persen wajib pajak kita, karena tren kepatuhan semakin menurun, artinya 70 persen ngikut ngapain saya patuh kalau setiap tahun ada pemutihan. Jadi masyarakat secara naluriah akan berpikir, toh juga ada pemutihan. Yang harusnya bayar pajak bulan Mei ditunda sehingga tidak jadi prioritas mereka tunda, artinya kedistorsi,” ungkapnya.

Baca juga:  PKB 2019, Bangli Siapkan Seribu Lebih Seniman

Ia juga mengungkap banyak wajib pajak yang bertanya kepadanya mengapa wajib pajak yang tidak patuh terus diberikan keringanan, sedangkan wajib pajak yang patuh membayar pajak tidak pernah dapat apa-apa. “Kebijakan pemutihan disatu sisi baik bisa membantu masyarakat kesulitan ekonomi. Namun apakah benar masyarakat sulit ekonomi? Sembari melihat indikator ekonomi pasca Covid-19, maka harus ada evaluasi. Ke depan harus memikirkan juga alternatif lain,” tandasnya.

Oleh karena itu, kebijakan pemutihan ini tidak akan diberlakukan lagi di tahun 2026. Justru yang wajib pajak yang taat membayar pajak akan diberikan diskon pajak 5-10 persen.

Baca juga:  Upaya Asing Lemahkan Indonesia dengan Narkoba

“Yang kemarin-kemarin kita diberikan keringanan untuk mengurangi beban masyarakat mengikuti arahan pemerintah pusat. Ke depan saya tidak ambil kebijakan itu, saya akan mempertahankan 70 persen itu. Saya akan berikan insentif fiskal bagi wajib pajak yang patuh, jadi yang 70 persen ini saya jaga,” terangnya.

Keringanan dan insentif untuk wajib pajak yang taat ini akan mulai dilakukan di Tahun 2026. “Secara teori dan regulasi benar tahun depan akan diberikan insentif pada yang patuh, mungkin 5-10 persen. Saya masih hitung-hitung karena kita harus berikan apresiasi,” tambahnya. (Ketut Winata/balipost)

 

BAGIKAN