
DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menegaskan pihaknya berupaya menghentikan alih fungsi lahan produktif dengan berbagai upaya.
Saat ini, pihaknya telah menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Ia pun menyebut berencana melakukan cut off (penghentian) izin pembangunan hotel dan restoran di lahan produktif.
Aturan itu berupa instruksi kepada Bupati/Wali Kota se-Bali untuk tidak lagi mengeluarkan izin pembangunan hotel dam restoran yang menggunakan lahan produktif. Di samping juga melarang perizinan untuk toko modern berjejaring karena sudah makin banyak yang sangat menekan ekonomi rakyat.
“Sebelum Perda ini (Pengendalian Alih Fungsi Lahan,red) selesai, kami akan melakukan instruksi dulu dan kami akan duduk dengan Bupati/Wali Kota se-Bali. Meskipun Perda belum selesai, mulai 2025 ini sudah tidak boleh lagi ada alih fungsi lahan produktif apalagi alih kepemilikan lahan,” tegasnya, Rabu (26/11).
Tidak hanya itu, Gubernur Koster juga akan memetakan lahan-lahan kering dan tidak produktif untuk disulap menjadi lahan sawah baru. Menurutnya, lahan-lahan tidak produktif itu bisa dijadikan lahan sawah asalkan ketersediaan air di sekitarnya terpenuhi.
Koster mengatakan lahan sawah baru yang akan dicetak seluas 6.000 hektare. Lokasinya daerah kering, seperti Karangasem, Buleleng, dan Jembrana. Menurutnya, banyak lahan kering di daerah tersebut yang dapat dicoba dijadikan sawah baru.
Untuk menjadi sawah terlebih dahulu akan dikaji dari segi ekosistemnya. Seperti, kecocokan lahan dengan tanamannya, iklimnya dan ketersediaan air.
Sementara itu, di lokasi sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mendukung langkah Pemprov Bali menghentikan alih fungsi lahan produktif untuk kepentingan komersil.
Namun, Nusron meminta pemerintah daerah tetap mencetak sawah baru mengingat rendahnya luas lahan pangan pertanian berkelanjutan (LP2B) yang melampaui aturan batas minimal.
“Sekarang ini LP2B di Bali belum sampai 87 persen berdasarkan RTRW, karena itu yang lama (terlanjur alih fungsi) kita tutup tapi sebelum kita tutup, nanti bersama bupati/wali kota kita cari solusi, salah satunya cari lahan baru,” katanya di Denpasar, Rabu.
“Kita ajukan kepada Menteri Pertanian untuk mencetak sawah baru sebagai ganti yang sudah kadung dialihfungsikan untuk menjamin kepastian investasi di Provinsi Bali, karena memang daerah pariwisata internasional,” ujar dia.
Nusron terlebih dahulu menjelaskan bahwa LP2B merupakan sawah mutlak yang tidak dapat dialihfungsikan, di mana Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 memutuskan batas LP2B setidaknya 87 persen dari lahan baku sawah, sementara di Bali tersisa 62 persen.
Jika dilihat berdasarkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) ditambah cadangan dan infrastruktur semestinya 90 persen, namun di Bali KP2B hanya 83 persen, ujar dia.
Karena kekurangan itu, Nusron meminta Gubernur Bali untuk memetakan lahan dengan kebutuhan sekitar 6.000 hektare, di mana 4.000 hektare untuk mengganti sawah yang hilang dan 2.000 hektare untuk memenuhi target minimal.
Ia mengatakan jika tidak dilakukan proses cetak sawah baru maka Pemprov Bali melanggar LP2B, dan terdapat ancaman pidana 5 tahun bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. (Ketut Winata/balipost)










