Para tersangka yakni Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (kedua kanan) bersama Sekda Kabupaten Ponorogo Agus Pramono (kedua kiri), Direktur RSUD Dokter Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (kiri) dan pihak swasta Sucipto (kanan) dihadirkan dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11/2025). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG) sebagai tersangka kasus dugaan suap. Selain Sugiri, ada 3 orang lainnya yang juga dijadikan tersangka dalam kasus yang sama.

Dikutip dari Kantor Berita Antara, dugaan suap yang dimaksud berupa pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

“KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu SUG selaku Bupati Ponorogo periode 2021-2025 dan 2025-2030, AGP selaku Sekretaris Daerah Ponorogo yang telah menjabat sejak 2012 hingga saat ini, YUM selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo, serta SC selaku pihak swasta rekanan RSUD Ponorogo dalam paket pekerjaan di lingkungan Kabupaten Ponorogo,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11).

Asep mengatakan keempat orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, serta dugaan suap proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo dan penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

Baca juga:  Jika Terbukti Terjerat Narkoba, Partai Gerindra Berhentikan KS

Keempat tersangka adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo.

Sementara itu, Asep menjelaskan dalam klaster kasus dugaan suap pengurusan jabatan, Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono menjadi tersangka penerima dugaan suap dan disangkakan

Mereka disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sementara Yunus Mahatma merupakan tersangka pemberi dugaan suap, dan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.

Baca juga:  Turun, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Capai Seribuan Orang

Untuk klaster kasus proyek RSUD Ponorogo, Asep mengatakan Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma merupakan tersangka penerima dugaan suap. Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tipikor

Sementara Sucipto adalah tersangka pemberi dugaan suap dan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.

“Selanjutnya para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 8-27 November 2025. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih KPK,” katanya.

Sebelumnya, pada 7 November 2025, KPK mengonfirmasi telah menangkap Sugiri terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam mutasi dan rotasi jabatan.

Adapun OTT tersebut merupakan yang ketujuh pada tahun 2025.

KPK mulai melakukan OTT pada tahun 2025 dengan menjaring anggota DPRD dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, yakni pada Maret 2025.

Baca juga:  Kasus Temuan Orok di Penasan, Begini Pengakuan Pelaku

Kedua, pada Juni 2025, OTT terkait dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

Ketiga, OTT selama 7-8 Agustus 2025, di Jakarta; Kendari, Sulawesi Tenggara; dan Makassar, Sulawesi Selatan. OTT tersebut terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Keempat, OTT di Jakarta pada 13 Agustus 2025, mengenai dugaan suap terkait dengan kerja sama pengelolaan kawasan hutan.

Kelima, pada 20 Agustus 2025, OTT terkait kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan yang melibatkan Immanuel Ebenezer Gerungan selaku Wakil Menteri Ketenagakerjaan pada saat itu.

Keenam, OTT terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid pada 3 November 2025, yakni mengenai dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025. (kmb/balipost)

BAGIKAN