
SINGARAJA, BALIPOST.com – Dinas Sosial Kabupaten Buleleng mulai melatih para pegawainya untuk menguasai bahasa isyarat. Pelatihan yang bekerja sama dengan SLB Negeri 1 Buleleng ini digelar sebagai langkah meningkatkan kualitas layanan bagi penyandang disabilitas, khususnya penyandang rungu wicara.
Pelatihan berlangsung rutin selama sepekan. Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Buleleng, Maman Wahyudi, Rabu (29/10), mengatakan bahwa pelatihan ini menjadi bagian dari upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, terutama dalam akses informasi yang selama ini masih terbatas. Menurutnya, kemampuan berkomunikasi melalui bahasa isyarat menjadi sangat penting, terlebih ketika menangani kasus-kasus sensitif.
“Ini memang kewajiban kami untuk memahami bahasa mereka, sehingga hak mendapatkan informasi dan penyampaian laporan dapat terpenuhi,” ujarnya.
Selama ini komunikasi dengan penyandang rungu wicara lebih banyak dilakukan secara tertulis. Namun cara tersebut dinilai belum efektif, terutama saat terjadi kasus kekerasan yang membutuhkan komunikasi cepat dan tepat. Dalam kegiatan layanan yang melibatkan penyandang disabilitas, Dinas Sosial juga kerap mengundang juru bahasa isyarat sebagai pendamping.
“Pelatihan ini melibatkan perwakilan dari seluruh bidang. Ke depan, kader desa, pilar sosial kecamatan, hingga satuan kerja terkait juga akan kami latih secara bertahap,” tambah Maman.
Sementara itu, Kepala SLB Negeri 1 Buleleng, Made Winarsa, menyampaikan bahwa pihaknya menyiapkan tenaga pengajar untuk mendampingi proses pelatihan. Semua guru di SLB dapat menjadi instruktur, meskipun tidak seluruhnya berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB). Pelatihan ini menggunakan standar Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
“SIBI memang memiliki struktur baku, tetapi dalam pergaulan sehari-hari kadang berkembang bahasa lokal. Di Desa Bengkala misalnya, ada relawan bahasa isyarat lokal khas Bali,” jelas Winarsa.
Winarsa menambahkan, siswa SMA di SLB yang sudah mahir bahasa isyarat juga turut membantu proses pembelajaran. Dengan pendampingan intensif dan dukungan kamus SIBI, peserta pelatihan diperkirakan sudah mampu menguasai dasar-dasar bahasa isyarat dalam waktu satu bulan. Saat ini, kebutuhan penerjemah bahasa isyarat di Buleleng masih jauh dari cukup dibandingkan dengan jumlah instansi yang memerlukan.
“Idealnya setiap instansi memiliki minimal dua penerjemah bahasa isyarat agar pelayanan bagi penyandang disabilitas, khususnya rungu wicara, dapat berjalan lancar,” tegasnya. (Yudha/balipost)









