
TABANAN, BALIPOST.com – Kondisi keterbatasan terjadi di sejumlah pondok sosial di Tabanan.
Salah satunya, Pondok Laras Mandiri, tempat penampungan bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang berlokasi di Banjar Wanasara, Desa Bongan, Tabanan.
Kapasitas pondok yang idealnya hanya mampu menampung belasan orang, kini dihuni 24 ODGJ, atau dua kali lipat dari kapasitas normal.
Dari pantauan di lokasi, Selasa (28/10) tidak hanya overload, keterbatasan ruang gerak semakin sempit dan kapasitas pondok semakin berkurang.
Sebab, sebagian bangunan UPTD saat ini sedang dilakukan rehabilitasi, ditambah lagi Kantor Dinas Sosial yang tergusur juga sementara ini menempatkan sebagian sarana-prasarana di pondok sosial.
Meski demikian, para pengasuh tetap berupaya memberikan pelayanan terbaik dengan segala keterbatasan. Saat ini hanya ada 10 orang pengasuh, yang harus berbagi tugas tidak hanya mengurus ODGJ, tetapi juga membantu perawatan tiga lansia dan empat orang telantar di Pondok Jompo Tresna Werda Santi yang berlokasi berdekatan.
Baik ODGJ maupun lansia juga rutin setiap bulan dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh puskesmas terdekat.
“Kami sempat dilatih oleh RSJ Bangli tentang cara pengasuhan ODGJ. Jadi kami sudah tahu bagaimana menghadapi mereka saat kondisi kambuh, termasuk ciri ciri atau karakter kalau ODGJ mulai kambuh, biasanya langsung kami bawa ke RSJ Bangli,” ujar Kasubag TU UPTD Pelayanan Sosial, Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Sosial Tabanan, I Made Sujana.
ODGJ Bantu Kegiatan Harian
Di tengah overloadnya jumlah ODGJ yang ditampung, beberapa penghuni ODGJ justru sudah menunjukkan perilaku positif dan aktif membantu kegiatan harian.
Mereka bahkan ikut menjaga kebersihan lingkungan pondok, menjemur pakaian, hingga membantu menyiapkan makanan untuk para lansia yang ada di Pondok Jompo.
“Sebagian besar sebenarnya sudah sembuh dan layak pulang, namun keluarganya belum siap menerima dan belum bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka,” imbuhnya.
Bahkan upaya melalui program home visit atau pengantaran ke rumah keluarga sebenarnya sudah dilakukan untuk sosialisasi dan adaptasi lingkungan, namun kenyataannya, belum genap sehari mereka sering diminta kembali ke pondok oleh keluarga.
Kebanyakan keluarga mereka masih merasa takut dan khawatir untuk bisa kembali menampung ODGJ yang sudah sembuh ini di rumah.
Kini untuk mengisi waktu luang, para penghuni diajak melakukan kegiatan produktif seperti beternak lele dan kuwir. Sebelumnya mereka juga membuat bokor dari koran bekas, namun kegiatan itu kini berhenti karena keterbatasan tenaga pengasuh.
Di tengah keterbatasan tersebut, pihak pengasuh berharap adanya perhatian lebih, terutama dalam bentuk bantuan alat-alat kebersihan lingkungan serta tambahan sumber daya manusia (SDM) agar pelayanan bisa lebih optimal. Apalagi untuk SDM pengasuh sangat sulit didapat.
Ada pula yang sudah sempat bekerja hanya sebentar memilih mengundurkan diri karena memang tugas pengasuh ODGJ maupun lansia membutuhkan ekstra kesabaran. Satu sisi upah yang mereka dapatkan saat ini masih relatif kecil hanya Rp 1,3 juta.
“Yang paling dibutuhkan sekarang adalah alat kebersihan dan tambahan tenaga. Kami ingin tempat ini tetap nyaman bagi semua penghuni,” tutupnya penuh harap. (Puspawati/balipost)










