
TABANAN, BALIPOST.com – Program Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 17 Bali di Balai Sentra Mahatmiya, Kediri, Tabanan, terus menunjukkan perkembangan positif. Setelah sebelumnya dua siswa memutuskan mundur karena tak sanggup berpisah dengan orang tua, kini satu dari dua kuota kosong tersebut telah terisi oleh siswa baru asal Desa Dajan Peken, Tabanan.
Kepala SRMP 17 Bali, I Putu Jayanegara mengatakan, siswa baru tersebut berasal dari keluarga kurang mampu. Salah satu orang tuanya merupakan penyandang disabilitas, dan anak ini sempat putus sekolah saat duduk di kelas VII. “Kini ia kembali bersemangat melanjutkan pendidikan di SRMP,” ujarnya, Senin (20/10).
Dengan tambahan ini, jumlah peserta didik di SRMP 17 Bali kini mencapai 74 orang. Sementara satu kuota kosong lainnya masih dalam proses pengisian oleh Kementerian Sosial. “Kami memastikan seluruh anak yang berhak mendapatkan pendidikan bisa terfasilitasi,” tegas Jayanegara.
Lanjut Jayanagera, untuk dua siswa yang sebelumnya mundur berasal dari Kecamatan Pupuan dan Selemadeg. Mereka kembali ke rumah pada September lalu karena belum siap tinggal jauh dari keluarga. “Alasannya sangat manusiawi. Siang mereka ceria, tapi malam hari sering menangis karena rindu keluarga,” ungkap Jayanegara.
Meski demikian, pihak sekolah tetap memfasilitasi keduanya agar tidak putus sekolah. Mereka kini telah diterima di sekolah reguler di daerah asal dengan surat kesediaan resmi. “Kami pastikan tidak ada anak yang kehilangan hak pendidikannya,” ujarnya menegaskan.
Belajar dari kasus tersebut, SRMP 17 Bali kini memperkuat pendampingan emosional bagi seluruh siswa, terutama bagi mereka yang baru beradaptasi dengan sistem asrama. Sekolah menggandeng psikolog anak serta mengadakan berbagai kegiatan penunjang seperti refleksi malam, permainan edukatif, dan ekstrakurikuler berbasis minat dan bakat. “Kami ingin anak-anak merasa nyaman, punya teman, dan merasakan lingkungan yang hangat sehingga betah di sekolah,” tambahnya.
Saat ini untuk proses belajar di SRMP telah beralih dari tahap matrikulasi ke kurikulum inti, sebagaimana diterapkan di sekolah reguler. Materi pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi setiap siswa. “Ketercapaian akademik tidak disamakan, karena pendekatan di SR ini bersifat khusus,” jelas Jayanegara.
Pada tahap awal, kegiatan matrikulasi memang lebih banyak menekankan pada penguatan karakter, penyesuaian lingkungan, serta dasar-dasar materi. Dan saat ini seluruh siswa sudah mulai mengikuti pelajaran sesuai jenjang kurikulum nasional. Meski kegiatan belajar sudah berjalan lancar, sekolah masih menghadapi kendala pada ketersediaan tenaga pendidik, khususnya guru agama Katolik. Dimana ada empat siswa yang beragama Katolik. “Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk menugaskan guru agama tambahan,” ungkap Jayanegara.
Selain itu, beberapa tenaga kependidikan seperti tiga petugas kebersihan dan satu satpam masih belum melapor ke sekolah meski surat penugasan sudah turun.
Sementara itu, Kepala Balai Sentra Mahatmiya Bali, Sri Wibowo, menyebut keberadaan SRMP 17 Bali merupakan implementasi nyata dari kebijakan Presiden Prabowo Subianto di bidang pendidikan. Program Sekolah Rakyat menekankan pemerataan kesempatan belajar, pembentukan karakter, serta keberpihakan terhadap anak-anak dari keluarga tidak mampu.
“Tahun 2025 ini masih masa uji coba nasional. Ke depan, pemerintah berencana mendirikan Sekolah Rakyat tingkat SMA di Kecamatan Kubu, Karangasem, di atas lahan seluas lima hektar,” ujarnya.(Puspawati/balipost)