
MANGUPURA, BALIPOST.com – Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, kembali meluruskan polemik terkait penyewaan Pantai Timur Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Ia menegaskan, langkah ini bukan sekadar penyewaan aset daerah, melainkan bagian dari upaya penataan kawasan agar lebih tertib dan tidak terkesan kumuh.
“Nah ingat, terhadap pemanfaatan aset daerah itu wajib hukumnya. Itu apakah disewa? Ya jelas disewa. Nah, disewa itu pun ada tahapan-tahapannya. Tahapan-tahapannya adalah ada apresel, ada tim melihat. Setelah disewa, ada apresel, dia membayar ke kas daerah langsung. Ditransfer. Tidak ada ke kantongnya Pak Bupati, kantongnya Pak Ketua DPRD, enggak ada. Langsung ke kas daerah, oke?” tegas Bupati Adi Arnawa pada Jumat (17/10).
Menurutnya, penyewaan aset daerah dilakukan secara transparan dengan mekanisme yang jelas. Dana hasil sewa disetorkan langsung ke kas daerah, tanpa campur tangan pribadi. Ia juga menegaskan bahwa penyewa tidak diperbolehkan membangun bangunan permanen di kawasan pantai.
“Tetap yang sifatnya esidentil, misalnya dia naruh payung-payung yang suatu saat bisa ditarik lagi,” jelasnya.
Adi Arnawa mengaku terinspirasi dari penataan kawasan lain yang lebih rapi. Ia ingin menata ulang Tanjung Benoa agar lebih menarik dan nyaman bagi wisatawan maupun masyarakat lokal. “Sekarang kalau yang di Tanjung itu kan saya lihat tuh, belakang bagus ini kan, malah jauh lebih tertata. Malah saya terinspirasi, ke depan saya akan tata yang itu, yang selama ini mohon maaf agak kumuh,” ujarnya.
Selain itu, ia juga berencana menata area tempat bersandar kapal-kapal kecil agar lebih teratur dan tidak mengganggu aktivitas wisata pantai. “Saya ingin menatakan, sehingga akan rapi. Sehingga nanti Pantai Tanjung Benoa tidak akan kalah dengan pantai-pantai yang lain. Karena tempatnya memang sangat strategis,” katanya.
Adi Arnawa menegaskan, penataan ini dilakukan dengan memperhatikan kewenangan pemerintah kabupaten. Meski desa adat sebelumnya sempat mengajukan pengelolaan pantai, ia menilai penataan harus dilakukan berdasarkan master plan yang jelas agar manfaatnya bisa dirasakan bersama.
“Kalau saya serahkan ke desa adat, bukan saya bermaksud bahwa desa adat tidak mampu, bukan. Kan lebih baik saya punya master plan, kita punya tata terhadap potensi yang ada di dalam pantai ini kan bisa dimanfaatkan bersama desa adat,” ujarnya.
Ia memastikan, kebijakan ini tidak akan memotong akses masyarakat terhadap pantai. “Malah kan saya lihat ada pedestrian jadi cakep. Saya ingin yang sampai Kuta Utara tuh seperti itu. Sehingga nanti orang-orang bisa jogging sepanjang pantai di sana,” imbuhnya.
Adi Arnawa menegaskan, seluruh perjanjian sewa dilakukan melalui mekanisme resmi oleh pengelola aset daerah. “Gini loh, saya kan selaku pemilik aset kan, Bupati. Tapi yang menandatangani perjanjian adalah pengelola aset. Pengelola aset itu adalah Sekda,” pungkasnya.(Parwata/balipost)