
DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,01 persen secara month to month (m-to-m) pada September 2025. Angka ini turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh penurunan harga sejumlah komoditas pangan akibat panen raya di berbagai daerah.
Kepala BPS Bali Agus Gede Hendrayana Hermawan di Denpasar, Rabu (1/9), menyampaikan, deflasi September 2025 terutama disumbang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil -0,10 persen serta transportasi dengan andil -0,04 persen.
Ia mengatakan, komoditas utama penyumbang deflasi adalah bawang merah -0,21 persen, tomat -0,08 persen,, daging babi -0,04 persen, bawang putih -0,02 persen, dan cabai rawit -0,02 persen.
“Penurunan harga ini terjadi, seiring dengan masa panen raya Agustus–September yang meningkatkan pasokan di pasar, termasuk bawang merah di Bali,” katanya.
Sementara itu, beberapa komoditas mencatat kenaikan harga dan memberikan andil inflasi, di antaranya daging ayam ras, beras, jeruk, dan canang sari.
Di sisi lain, BPS Bali juga mencatat adanya peristiwa di September 2025 seperti kenaikan harga emas dunia yang ikut mendorong harga emas dalam negeri, disertai kenaikan harga pakan jagung pipilan dan harga pembelian pemerintah (HPP) ayam hidup dari Rp17.500 menjadi Rp18.000 per kilogram sejak 19 Juni 2025.
Bencana banjir bandang yang melanda Denpasar, khususnya di kawasan Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, juga memberikan dampak kerugian signifikan bagi pedagang dan ratusan kios di sekitarnya.
Lebih lanjut Agus Gede Hendrayana menerangkan bila melihat secara tahunan, maka Bali inflasi year on year (y-on-y) September 2025 tercatat 2,51 persen. Inflasi tahunan ini terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, pendidikan, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Komoditas yang paling berkontribusi terhadap inflasi tahunan antara lain beras, bawang merah, daging ayam ras, dan kopi bubuk.
“Tingkat inflasi tertinggi secara y-on-y tercatat di Kota Denpasar sebesar 3,42 persen, sedangkan yang terendah di Kabupaten Badung dengan 1,32 persen,” paparnya.
Untuk deflasi bulanan (m-to-m), deflasi terdalam terjadi di Kabupaten Badung sebesar 0,50 persen. Perbedaan pola konsumsi di tiga wilayah Denpasar, Buleleng (Singaraja), dan Badung mempengaruhi variasi besaran inflasi, meskipun arah pergerakan harga tetap serupa.
Secara tahunan, inflasi 2,51 persen menunjukkan daya beli masyarakat relatif terjaga, meskipun disparitas antarwilayah masih nyata, dengan Denpasar mencatat inflasi tertinggi dan Badung terendah.(Dika/balipost)