
DENPASAR, BALIPOST.com – Pada rapat dengar pendapat antara Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bali terungkap ada sebanyak 106 sertifikat bidang tanah yang beririsan dengan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.
Padahal, bidang tanah yang berada ataupun beririsan dengan kawasan Tahura dilindungi dan tidak bisa disertifikatkan.
Oleh karena itu, Ketua Pansus TRAP DPRD Bali I Made Supartha meminta Kanwil BPN Bali untuk tidak lagi menerbitkan sertifikat bidang tanah sebelum melakukan kajian soal dampak lingkungan di kawasan mangrove.
Kepala Kanwil BPN Bali menanggapi permintaan itu memastikan irisan bangunan yang masuk ke kawasan konservasi Tahura Ngurah Rai tersebut.
“Kami mesti memastikan, memastikan seberapa irisannya dan memastikan dengan batas kawasan hutan (Tahura,red),” ujar Kepala Kanwil BPN Bali, I Made Daging, Rabu (24/9).
Apabila ditemukan bangunan yang masuk kawasan konservasi, pihaknya akan membatalkan dokumen yang terkait dengan bangunan tersebut. “Misalnya kalau ada irisan sedikit, ya kita lakukan penataan bidang, penataan batas bidang. Kita kurangi yang masuk kawasan hutan,” ujarnya.
Selain itu, BPN akan memeriksa sertifikat bangunan di lokasi tersebut. Pengecekan dilakukan untuk memastikan bangunan terbit lebih dulu sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi atau sebaliknya.
Pihaknya meyakini apabila waktu terbit sertifikat itu tanah yang beririsan tersebut sudah kawasan hutan, maka tidak mungkin sertifikatnya diterbitkan.
Daging menegaskan pihaknya tidak menutup-nutupi persoalan pertanahan di Bali. Untuk itu, ia mengajak semua pihak untuk ikut mengawasi agar tidak ada penilaian yang terburu-buru terhadap hal ini.
Sebelumnya, dalam rapat Pansus, Supartha mengatakan distopnya penerbitan sertifikat untuk menghindari terjadinya alih fungsi lahan.
Apalagi, sertifikat-sertifikat yang sudah dikeluarkan saat melakukan pengukurannya tidak ada penyanding. BPN, dikatakannya, mesti berkoordinasi dengan dinas terkait agar tidak asal terbitkan sertifikat bidang tanah di kawasan Tahura.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini mengungkapkan berdasarkan Peraturan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, pasal 35 dan pasal 73 mengatur sanksi , dan mengatur agar tidak boleh ada kegiatan di wilayah konservasi seperti mangrove tersebut. Untuk itu, ia mempertanyakan dasar permohonan soal penerbitan sertifikat sebanyak 106 di wilayah konservasi tersebut oleh BPN.
Jika penerbitan sertifikat ini ditolerir, besar kemungkinan masa depan Bali ini akan hancur karena saluran airnya dikunci. Apalagi, Bali sudah mengalami dampak banjir bandang yang luar biasa pada 10 September 2025 lalu.
Salah satu penyebabnya karena rusaknya tata ruang sungai yang berada di hilir.
“Kalau penertiban sertifikat ini ditoleransi, maka akan banyak tempat-tempat usaha di sana, dan akan menutup ruang jalan air dari hulu ke hilir. Ini akan berdampak banjir bandang nantinya. Kita tidak ingin hal itu terjadi kembali,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)