Prajurit Kodim 1611/Badung bersama masyarakat mengevakuasi kendaraan milik korban banjir, Rabu (10/9). (BP/istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Banjir bandang di Bali yang terjadi di sejumlah wilayah pada Rabu (10/9) menyebabkan 17 orang meninggal dunia. Ratusan titik banjir terjadi di Bali dan kerusakan infrastruktur juga banyak dilaporkan.

Terkait adanya bencana ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan banjir disertai longsor yang melanda tujuh kabupaten dan kota di Bali pada Rabu (10/9) dipicu curah hujan ekstrem dengan intensitas mencapai 380 milimeter dalam sehari. Curah hujan ini disebut BMKG setara curah hujan sebulan penuh.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip dari Kantor Berita Antara pada Jumat (12/9) mengatakan intensitas hujan tersebut jauh melampaui ambang batas hujan ekstrem secara klimatologis yang ditetapkan 150 milimeter per hari.

Baca juga:  Tandai Pergantian Tahun, Wali Kota Rai Mantra Tiup Sangkala

“Merujuk data curah hujan di Bali normal tidak setinggi itu, tetapi kombinasi faktor regional seperti Madden Julian Oscillation, gelombang Kelvin, dan Rossby ditambah kondisi lokal berupa konvergensi angin dan topografi Bali memicu pertumbuhan awan konvektif masif,” kata dia.

Data yang dimiliki BMKG mencatat hujan lebat yang terjadi pada 10 September itu menimbulkan bencana hidrometeorologi basah dengan lebih dari 120 titik banjir dan 18 titik longsor tersebar di sejumlah wilayah Bali.

Dia menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan peringatan atas adanya potensi cuaca ekstrem sejak 5 September melalui prospek cuaca sepekan, peringatan dini tiga harian, serta pembaruan harian hingga 11 kali nowcasting sepanjang 9–10 September.

Informasi peringatan dini potensi bencana sudah disampaikan BMKG melalui berbagai kanal komunikasi hingga siaran televisi lokal di Bali dengan harapan dapat segera ditindaklanjuti masyarakat dan pemangku kepentingan di Provinsi Bali.

Baca juga:  Sertijab Kasdam Saat Pandemi COVID-19

Meski peringatan telah dikeluarkan, dampak banjir dan longsor tetap meluas dengan menimbulkan korban jiwa serta kerusakan infrastruktur.

Dwikorita menegaskan peristiwa tersebut menjadi pengingat bagi pemerintah dan masyarakat di daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi, dan untuk Bali meski kondisi sudah mulai normal tapi masih harus meningkatkan kewaspadaan bencana susulan selama musim peralihan ini dari musim kemarau, sampai puncak musim hujan nantinya.

“Musim peralihan saja sudah begitu bagaimana puncak musim hujan di Bali nanti yang diperkirakan berlangsung Januari-Februari 2026. Lalu Intensitas hujan ekstrem yang semakin sering menunjukkan dampak nyata perubahan iklim yang harus antisipasi bersama,” ujarnya.

Baca juga:  Aston Denpasar Hosts the 5th National Pasraman Jamboree

Sebagai informasi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mencatat setidaknya hingga Jumat, jumlah korban yang ditemukan meninggal dunia akibat banjir besar di Bali mencapai 17 orang. Adapun korban meninggal dari Kota Denpasar 11 orang, Kabupaten Gianyar tiga, Kabupaten Jembrana dua, dan Kabupaten Badung satu orang.

Di luar korban dari seluruh Bali itu, masih ada sejumlah korban lainnya yang masuk daftar pencarian tim SAR gabungan. BPBD juga melaporkan ada tim petugas gabungan menangani setidaknya 186 pengungsi di Denpasar yang tersebar di enam pos dan di Jembrana 250 pengungsi tersebar di dua pos. (kmb/balipost)

 

BAGIKAN