
DENPASAR, BALIPOST.com – Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peringatan hari kelahiran Rasulullah yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah.
Bagi umat Islam, momen ini menjadi kesempatan untuk mengenang perjalanan hidup Nabi Muhammad, mulai dari keteladanan akhlak hingga perjuangan menyebarkan ajaran Islam.
Maulid Nabi tidak hanya dipandang sebatas seremonial, tetapi juga sebagai momentum memperkuat rasa cinta kepada Rasulullah serta meningkatkan keimanan.
Maulid Nabi menjadi sarana introspeksi diri bagi umat Islam. Melalui teladan Nabi Muhammad, umat diajak untuk menumbuhkan sikap jujur, amanah, sabar, dan peduli terhadap sesama.
Di berbagai daerah, perayaan Maulid Nabi dilaksanakan dengan beragam tradisi sesuai budaya setempat. Tradisi-tradisi ini memperlihatkan betapa ajaran Islam bisa berpadu dengan kearifan lokal tanpa meninggalkan nilai utama yaitu syukur kepada Allah SWT dan cinta kepada Nabi Muhammad.
Berikut tradisi yang digelar warga Muslim di 3 daerah di Bali saat Maulid Nabi:
1. Pawai Taaruf di Kepaon
Ini adalah tradisi dalam perayaan Maulid Nabi di Kampung Muslim Kepaon, Denpasar. Diawali dengan pawai taaruf yang diiringi rodat hingga bale suji. Tahun lalu, acara berlangsung dari Jalan Taman Pancing menuju ke Masjid Al-Mujajirin Kepaon.
Selain pawai taaruf, juga ada prosesi 7 bulan dan 3 bulan untuk bayi, prosesi menek jan dengan menggunakan tebu, potong rambut, beberapa hidangan warisan budaya di Kepaon, dan pembagian telur.
Soal kesenian rodat di Kampung Islam Kepaon, diceritakan bahwa dahulu pasukan rodat merupakan pasukan perang dari Puri Pemecutan. Rodat menampilkan keindahan lewat lagu dan gerak sekaligus simbol toleransi antarumat beragama.
2. Mengarak Male di Loloan Timur
Masyarakat Kelurahan Loloan Timur, Jembrana, memiliki tradisi unik dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Salah satunya tradisi mengarak male. Male merupakan hiasan dengan berbagai bentuk dan kreasi yang intinya berisi telur.
Tradisi mengarak male dengan diiringi kelompok musik hadrah ini sudah berjalan bertahun-tahun di sekitar Kampung Loloan.
Male dibentuk berbagai rupa, mulai dari bonsai, buah, pajegan, hingga bentuk sampan. Dalam setiap male terdapat ratusan butir telur bahkan ada yang mencapai 500 butir. Setelah diarak dan sampai di masjid, telur-telur itu akan dibagikan kepada masyarakat.
Satu lagi tradisi menjelang pembagian telur, yakni pengguntingan rambut bayi. Warga yang memiliki bayi dan akan potong rambut, saat ini menjadi momen yang sangat tepat. Tak sedikit warga memotongkan rambut anaknya yang digendong.
Tradisi ini dirangkai juga dengan prosesi tabur beras kuning bercampur dengan uang logam atau dikenal sebagai ambur salim. Anak-anak hingga dewasa berebut mendapatkan uang logam yang ditaburkan.
3. Pawai Sokok Taluh di Kampung Bugis, Buleleng
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW selalu diiringi dengan tradisi unik yang tidak dijumpai di daerah lain. Seperti umat muslim di Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Buleleng. Warga di kelurahan ini melaksanakan pawai sokok taluh. Sokok taluh ini seperti pajegan atau gebogan yang biasa dibuat umat Hindu di Bali, tapi dibuat dari telur ayam.
Warga yang mengikuti tradisi ini adalah kalangan pemuda di kelurahan setempat. Pada perayaan tahun 2021 lalu, pawai dilaksanakan di laut. Beberapa sokok taluh dinaikkan ke beberapa perahu bermesin tempel. Setiap perahu mengangkut antara 1 sampai 5 sokok taluh. Beberapa penumpang, dari anak-anak hingga orang dewasa, ikut berlayar.
Pawai sokok taluh di laut dimulai dari Pantai Kampung Bugis. Perahu pembawa sokok taluh tersebut berlayar beriringan ke arah timur.
Perahu-perahu pembawa sokok taluh melewati kawasan pantai Pelabuhan Buleleng, sampai di pantai Lingkungan Taman Sari. Di Taman Sari, perahu-perahu pembawa sokok taluh putar haluan dan kembali ke Kampung Bugis.
Tahun 2021 adalah pertama kalinya tradisi ini dilaksanakan di laut. Perayaan-perayaan sebelumnya digelar di darat. Pemilihan lokasi laut sebagai inisiatif warga untuk mengemas pawai lebih menarik dan unik serta mengingat warga Muslim Kampung Bugis sendiri mewarisi profesi para pendahulunya yang dikenal sebagai pelaut dengan ragam tradisi pesisirnya. (Dedy Sumarthana/balipost)