
DENPASAR, BALIPOST.com – Usai majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, yang diketuai Putu Gede Novyarta, membacakan vonis atas perkara dugaan korupsi di KONI Gianyar, terdakwa Pande Made Purwata (57), di depan persidangan kembali menegaskan sama sekali tidak ada melakukan korupsi Rp3,57 miliar. Bahkan, dana hibah yang diterima dari Pemkab Gianyar, semuanya sudah tersalurkan.
Namun, ia menyadari bahwa sebagai Ketua KONI Gianyar, amat sangat riskan mengelola bantuan hibah, walau hanya persoalan administratif. Terkait hal ini, majelis hakim punya pendapat lain. Pande Purwata pun dihukum dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan.
Setelah sepekan diberi waktu berpikir, Pande Purwata akhirnya memilih upaya hukum banding. “Kami akhirnya memilih upaya hukum banding yang memvonis terdakwa dengan hukuman penjara tiga tahun enam bulan. Walau ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa lima tahun enam bulan,” ucap kuasa hukum terdakwa, I Komang Darmayasa saat dikonfirmasi, Minggu (7/9).
Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta hukum dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar dan dikuatkan ahli BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang dihadirkan dalam persidangan yaitu ahli I Dewa Nyoman Gde Kusmantara, terdakwa tidak mempergunakan dana Rp3,57 miliar untuk kepentingan pribadi.
Dana itu sudah tersalurkan seluruhnya kepada ribuan insan olahraga Kabupaten Gianyar dalam kegiatan Porprov Bali Tahun 2019, yakni untuk bonus atlet, bantuan keolahragaan, pembelian seragam, pelatihan pascacedera, konsumsi, operasional KONI, dan lainnya.
Dikatakannya, walau mendampingi terdakwa secara pro bono, disebut jika memang ada kesalahan itu karena tidak melaporkan secara administrasi perubahan penggunaan dana hibah dalam NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) kepada Bupati Gianyar. Walaupun faktanya, ucap Komang Darmayasa, dana hibah tersebut telah tersalurkan untuk kegiatan olahraga di Kabupaten Gianyar.
“Kami melihat niat dari terdakwa adalah baik. Yaitu untuk memajukan olahraga Kabupaten Gianyar yang terbukti saat Porprov Bali tahun 2019 di mana prestasi olahraga Kabupaten Gianyar meningkat, namun terdapat kelemahan secara administrasi yang memunculkan masalah ini,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, pengelolaan dana hibah oleh KONI Gianyar dilakukan secara kolektif dan kolegial bersama pengurus KONI lainnya pada kepengurusan tahun 2018-2022. Setiap kebijakan KONI diputuskan bersama seluruh pengurus dan dalam persidangan pun muncul nama-nama pengurus KONI lainnya yang memiliki andil besar dalam kasus ini tapi tidak dimintai pertanggungjawaban hukum dalam perkara ini sehingga dianggap belum mencerminkan keadilan oleh terdakwa.
Sementara, dalam dakwaan JPU dari Kejati Bali, jelas ditegaskan bahwa Pande Made Purwata selaku Ketua Umum KONI Gianyar bersama-sama dengan Sri Sartika Gustini (berkas penuntutan secara terpisah) selaku staf Sekretariat KONI Kabupaten Gianyar dan juga selaku anggota pelaksana pengadaan barang dan jasa KONI Kabupaten Gianyar tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 serta selaku Wakil Bendahara Panitia Kontingen Kabupaten Gianyar pada Porprov Bali XIV Tahun 2019, bersama I Wayan Rutawan, I Made Purwita, Nyoman Ari Temaja, diduga melakukan dan turut serta melakukan perbuatan melawan hukum.
“Apabila kita berpikir adil dan jujur, maka seluruh pihak yang menerima penyaluran dana hibah sebesar Rp3,57 miliar yang telah dipakai dalam berbagai kegiatan olahraga di Kabupaten Gianyar tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana, karena hampir 90% penerima tidak mengembalikan kepada negara, namun seorang diri ditanggung terdakwa melalui hukuman uang pengganti dalam vonis majelis hakim,” kata pengacara asal Desa Batuyang, Batubulan, Gianyar itu. (Miasa/balipost)